Penunjukan Emir Moeis Dinilai Cacat Integritas
Pengangkatan eks narapidana korupsi Izedrik Emir Moeis sebagai Komisaris BUMN PT Pupuk Iskandar Muda dipertanyakan. Apakah negara tidak punya kandidat lain untuk ditunjuk menjadi komisaris BUMN?
"Predikat mantan koruptor adalah bukti autentik adanya cacat integritas. Kenapa justru diangkat menjadi komisaris BUMN? Menurut kami, melihat rekam jejaknya, Emir Moeis tidak memenuhi syarat materiil menjadi calon komisaris yang akan menjalankan fungsi pengawasan terhadap BUMN," kata juru bicara DPP PSI, Ariyo Bimmo, dalam keterangan tertulis, Kamis 5 Agustus 2021.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 2004, Emir Moeis, yang kala itu merupakan anggota Komisi VIII DPR RI, terjerat kasus suap terkait lelang proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Tarahan, Lampung.
Dia terbukti menerima suap senilai USD 357 ribu dari Konsorsium Alstom Power Inc, yang mendaftar jadi salah satu peserta lelang. Akibat perbuatannya, Emir Moeis divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan penjara pada 2014.
PSI melihat pencalonan mantan koruptor sebagai komisaris BUMN merupakan salah satu praktik impunitas terhadap kejahatan korupsi dan pelakunya. Efek jera yang selama ini didengungkan tidak akan pernah efektif selama mantan koruptor masih bisa menduduki jabatan publik.
"Apakah di negeri ini tidak ada orang baik dan berkualitas yang layak menjadi petinggi BUMN? Kenapa harus mantan koruptor? Saya kira, perlu ada klarifikasi, transparansi, dan bila mungkin koreksi untuk masalah ini," lanjut Bimmo.
Lebih jauh Bimmo menambahkan, dari sisi manajemen berbasis risiko, terdapat kerawanan tinggi jika mantan koruptor diberi jabatan penting dalam BUMN.
"Tidak ada jaminan seorang mantan koruptor tidak akan melakukan tindakan residif di kemudian hari. Memberi posisi strategis kepada mantan koruptor di BUMN sama saja membuka peluang terjadinya korupsi yang lebih besar lagi. Ini sangat merugikan reputasi BUMN kita," tegas Bimmo.
HMI MPO: AKHLAK Hanya Lip Service
Mantan terpidana korupsi sekaligus politikus PDIP, Izedrik Emir Moeis, menjadi Komisaris PT Pupuk Iskandar Muda sejak Februari lalu. Kontroversi menyeruak. Kini giliran mahasiswa yang menyoroti.
Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) pimpinan Ketua Umum Affandi Ismail mengungkit strategi Menteri BUMN Erick Thohir yang dirangkum dalam singkatan AKHLAK.
Singkatan AKHLAK pernah diungkapkan Erick sebagai strategi BUMN supaya bisa berjaya. A yakni amanah, memegang teguh kepercayaan yang diberikan, K berarti kompeten, H adalah harmonis, L singkatan dari loyal, A lagi adalah adaptif, dan K yaitu kolaboratif.
"Slogan BUMN AKHLAK hanyalah lip service. Itu (penunjukan Emir Moeis) sudah melanggar prinsip dasar dari pemerintahan yang kredibel. Masa nggak ada calon lain yang lebih kredibel untuk ditunjuk?" kata Ketua Komisi Pemuda dan Mahasiswa PB HMI MPO Kapitang Munaseli dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/8/2021).
Kapitang menilai seolah-olah Indonesia kekurangan sosok yang kredibel dan kompeten untuk menjadi komisaris, sehingga perlu Emir Moeis duduk sebagai komisaris BUMN. Rekam jejak seorang komisaris perlu dipastikan sebelum diangkat untuk mengemban amanah jabatan.
"Seharusnya Pak Erick Thohir bisa mengecek terlebih dahulu riwayat buruk orang yang menjadi pejabat publik," kata Kapitang.
HMI MPO khawatir penunjukan sembarang orang menjadi komisaris bisa berdampak buruk pada BUMN. Apalagi ada mantan terpidana korupsi yang duduk di kursi komisaris. Seolah-olah ada pemakluman terhadap praktik korupsi sehingga eks napi korupsi bisa menjabat lagi setelah masa pidananya selesai.
"Pejabat publik harus bersih dan bebas dari penyimpangan kekuasaan, termasuk latar belakangnya," kata Kapitang.