Pemprov DKI Jakarta pernah berjanji akan melindungi pihak yang melaporkan pelanggar aturan selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat diterapkan. Komitmen itu dipertanyakan.
Di media sosial sempat beredar kabar perusahaan menindak pegawainya yang ketahuan melapor via aplikasi Jakarta Kini (JAKI). Pangkalnya, data pegawai yang menjadi whistleblower bocor.
Kini kerahasiaan identitas pelapor melalui aplikasi JAKI kembali disorot. Seorang warga Jakarta menyampaikan kekecewaan karena identitasnya bocor karena foto yang menjadi dasar pelaporan ditunjukkan kepada masyarakat yang berkerumun.
Awalnya, warga tersebut mengadukan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) yang terjadi di sekitar rumahnya via JAKI. Warga itu melaporkan orang-orang di sekitar rumahnya yang karena berkumpul dan tak mengenakan masker.
Warga tersebut sempat melapor ke pengurus RT tapi tidak ada hasil. Lalu dia melapor via aplikasi JAKI yang disebut bisa menggunakan mode anonim.
Namun dia begitu kecewa karena petugas Satpol PP yang menindaklanjuti laporan justru membuat identitas pelapor bocor. Oknum petugas itu menunjukkan foto yang menjadi dasar pelaporan masyarakat yang berkerumun.
Dampak bocornya identitas berujung pada perundungan yang dialami warga yang menjadi pelapor. Warga tersebut mengaku membuat aduan demi kebaikan keluarga dan warga di lingkungan tempatnya tinggal.
Warganet pun banyak yang menanggapi. Di antara mereka ada yang mengaku pernah mengalami peristiwa serupa. Warganet lain juga memberi dukungan moral kepada warga yang melapor.
Warganet lain juga mengingatkan kepada Pemprov DKI untuk menjaga kerahasiaan sumber informasi.
Bagaimana tanggapan Pemprov DKI terkait kasus kebocoran informasi pelapor di aplikasi JAKI pada halaman selanjutnya.
(jbr/aud)