Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan semua penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) berwenang mengusut kasus pencucian uang. Sebab, sejalan dengan pesan dari esensi efisiensi sekaligus dalam rangka mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
"Menyatakan Penjelasan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sepanjang kalimat 'Yang dimaksud dengan 'penyidik tindak pidana asal' adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia' bertentangan dengan UUD 1945 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Yang dimaksud dengan 'penyidik tindak pidana asal' adalah pejabat atau instansi yang oleh peraturan perundang-undangan diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan'," demikian bunyi putusan MK yang dikutip detikcom, Rabu (30/6/2021).
Putusan itu diucapkan dalam sidang pada Selasa (29/6) kemarin. Putusan tersebut diketok secara bulat oleh 9 hakim konstitusi, yaitu Anwar Usman, Aswanto, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Manahan M.P. Sitompul, Arief Hidayat, Daniel Yusmic P Foekh, Enny Nurbaningsih, dan Saldi Isra.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut MK, secara substansial ataupun prosedural, tidak terdapat relevansi untuk dilakukan pemisahan kewenangan penyidikan oleh penyidik tindak pidana asal dengan penyidik tindak pidana yang dilahirkan atau yang mengikutinya. Selain itu, Pasal 1 angka 1 juncto Pasal 6 ayat (1) KUHAP adalah tidak dapat dikecualikan dan termasuk bagian dari penyidik yang melekat kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang.
"(PPNS) Tidak dapat dikecualikan dan harus diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang sepanjang tindak pidana asalnya termasuk dalam tindak pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU 8/2010," ujar majelis.
Permohonan itu diketok atas permohonan penyidik KLHK dan KKP. Mereka adalah:
1. Penyidik KLHK, Cepi Arifiana. Cepi menangani kasus pembalakan liar pada 2018. Tapi saat menyidik tersangka dengan pasal pencucian uang, terhambat UU TPPU.
2. Penyidik KLHK, Dedy Hardinianto. Dedy menangani kasus pertambangan di dalam kawasan hutan oleh PT LM pada 2018. Tapi saat menyidik tersangka dengan pasal pencucian uang, terhambat UU TPPU.
3. Penyidik KKP, Garibaldi Marandita. Garibaldi menyidik kasus kegiatan alih muatan (transhipment) tanpa izin kapal ikan berbendera Thailand. Tapi saat menyidik tersangka dengan pasal pencucian uang, terhambat UU TPPU.
4. Penyidik KKP, Mubarak. Ia menyidik kasus penyelundupan lobster ke Singapura pada 2015. Tapi saat menyidik tersangka dengan pasal pencucian uang, terhambat UU TPPU.
Daftar PPNS yang sering mengusut kasus TPPU. Simak di halaman selanjutnya.