Jaksa KPK mengungkap percakapan komunikasi mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dengan stafsusnya bernama Safri terkait informasi perusahaan yang hendak mengikuti budi daya dan ekspor benur. Ada nama Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan Fahri Hamzah dalam percakapan itu.
Awalnya, jaksa KPK mengonfirmasi ke Safri tentang penyitaan handphone-nya. Safri membenarkan itu, kemudian jaksa membuka chat antara Safri dan Edhy Prabowo.
"Ini ada WA dari BEP. Benar saudara saksi BEP ini pak Edhy Prabowo?" tanya jaksa KPK dan diamini Safri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut percakapan Edhy dan Safri yang dibaca jaksa KPK:
Edhy: Saf, ini orangnya Pak Azis Syamsuddin Wakil Ketua DPR mau ikut budi daya lobster, Novel Esda
Safri: oke bang.
"Apa maksud Saudara saksi menjawab oke, Bang?" tanya jaksa.
"Maksudnya perintah beliau saya jalankan kalau untuk membantu secara umum, ya," jawab Safri.
"Berarti ada perintah dari Pak Edhy pada saat itu?" timpal jaksa dan dijawab 'iya' oleh Safri.
Hakim ketua Albertus Usada kemudian menanyakan lebih lanjut terkait perusahaan mana yang hendak dibawa Azis Syamsuddin untuk mengikuti ekspor benur. Namun, Safri mengaku tidak ingat perusahaan apa.
Selain itu, jaksa KPK juga mengungkapkan ada percakapan Edhy dengan Safri pada 16 Mei 2020. Isinya, hampir sama dengan chat sebelumnya tapi di chat kedua ini bukan Azis lagi, melainkan mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
"Pada tanggal 16 Mei juga, 'Saf, ini tim Pak Fahri Hamzah mau jalan lobster. Langsung hubungi dan undang presentasi. Saksi menjawab 'oke, Bang.' Benar itu?" tanya jaksa KPK dan diamini Safri lagi.
"Berarti memang ada perintah dari Edhy? Saudara saksi masih ingat nama perusahaannya?" ucap jaksa.
Safri lagi-lagi mengaku tidak tahu. Dia mengaku saat itu hanya berkoordinasi dengan Andreau Misanta Pribadi yang juga stafsus Edhy dan Ketua Tim Uji Tuntas Ekspor Benur.
Simak selengkapnya terkait permintaan Edhy Prabowo yang memerintahkan keluarkan izin budidaya 3 perusahaan
Saksikan juga 'Penyuap Edhy Prabowo Divonis 2 Tahun Bui soal Izin Ekspor Benur':
Lebih lanjut, jaksa juga mengungkapkan percakapan Safri dengan Direktur Produksi dan Usaha Budidaya Ditjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Arik Hari Wibowo.
Percakapan itu isinya perintah Safri kepada Arik untuk mengeluarkan izin budi daya lobster ke tiga perusahaan. Padahal, tiga perusahaan itu masih ada yang belum melengkapi administrasi.
Berikut percakapan antara Safri dengan Arik pada 6 Juni 2020 pukul 17.02 WIB:
Safri: Pak Arik tolong untuk izin budi daya 3 perusahaan ini ya Pak, Thanks.
Arik 17.37 WIB: Pak, mohon izin dilaporkan bahwa untuk perusahaan yang tergabung dalam tahap 1 dan 2 (18 perusahaan) sudah diselesaikan surat penetapannya ada di Mba Isti, tapi masih banyak yang belum mengembalikan pakta integritas kepada kami. Sedangkan ketiga perusahaan di atas tergabung dalam verifikasi tahap 3 atau tahap akhir yang saat ini sedang diverifikasi oleh kawan-kawan balai. Beberapa sudah selesai dan sudah diterima laporan verifikasinya. Saat ini sedang diolah oleh Mas Dian untuk selanjutnya dimintakan tanda tangan Pak Dirjen.
Sedangkan beberapa perusahaan yang ada belum masuk hasil verifikasi lapangannya karena tempatnya cukup jauh dan terpencil tapi konsep izin dari budi dayanya sudah disiapkan Mas Dian. Mohon berkenan supaya perusahaan bisa didorong untuk menyerahkan terlebih dahulu pakta integritas yang harus di tandatangani pimpinan perusahaan di atas meterai. Karena ini tertuang dalam juknis. Terima kasih.
Safri: oke Pak Arik. Tolong yang tiga itu pak Arik atas perintah pak MKP, pak Arik yang untuk izin budi dayanya, ya, pak arik. Thanks.
Safri: siap, pak, akan kami cek kembali ke kawan-kawan yang menangani.
-Percakapan 14 Juli 2020
Safri: pak Arik tolong untuk PT Rama Putra untuk dikeluarkan surat keterangan telah melakukan budi daya. Thanks, pak.
Arik: siap, pak. Akan kami koordinasikan dengan kawan-kawan yang menangani. Mohon maaf tadi sedang mengikuti rapat dengan pak dirjen sehingga tidak terdengar ada panggilan.
Safri: oke pak arik. Thanks. Tolong untuk PT Rama Putra.
Arik: mohon izin menyampaikan surat penetapan untuk PT Rama. Thanks.
Safri: thanks pak Arik. Tolong juga yang PT Samudera Mentari Cemerlang yang pak Arik surat keterangan telah melakukan budi daya ya, pak. Thanks bapak.
- Percakapan 15 Juli 2020
Arik: Selamat pagi pak Safri mohon izin melaporkan terkait dengan PT Samudera MC, kawan-kawan tim administrasi masih mengomunikasikan dengan perusahaan melalui Esti atau Mas Galendra agar perusahaan melengkapi administrasinya surat permohonan penetapan telah melakukan budi daya kepada dirjen, budi daya yang dilampiri surat penetapan sebagai pembudidaya sudah mereka miliki. Laporan pelaksana budi daya sudah ada formatnya, tinggal mengisi ... dan MoU dengan sekelompok masyarakat sebagai mitra sudah ada formatnya tinggal mengisi. Terima kasih.
-percakapan 24 Agustus 2020
Safri: Pak Arik tolong untuk PT Samudera Sumber Anugerah izinnya dikeluarkan. Pak, perintah pak MKP, Pak. Thanks.
Safri pun membenarkan semua percakapan itu. Jaksa lantas mengonfirmasi siapa sosok MKP yang disebut Safri. Safri kemudian menjawab itu Edhy Prabowo.
"(MKP) ya pak menteri kelautan," kata Safri.
Meski begitu, Safri mengaku saat itu hanya mencatut nama Edhy Prabowo. Alasannya agar cepat diurus izinnya oleh dirjen.
"Itu hanya saya untuk biar cepat aja urusannya dengan Pak Arik. Saya membawa namanya aja itu," kata Safri.
"Mereka itu minta bantu. PT-PT itu minta bantu bahwa kelengkapan mereka udah cukup tapi kalau tidak lengkap ya tidak bisa, pak. Pak Arik juga kan menolak," lanjut Safri.
Tanggapan Edhy Prabowo
Safri ini bersaksi untuk Edhy Prabowo. Edhy saat duduk sebagai terdakwa pun mengatakan dia tidak pernah memberi istimewa siapapun terkait izin ekspor benur ini.
"Kedua, tentang BAP nomor 10 yang garis besar MKP kadang beri perintah khusus untuk mempermudah perizinan, saya tegaskan saya tidak pernah berikan hal khusus kepada siapa saja dalam perbuatan perizinan di semua kedirjenan, termasuk di tim due diligence semua harus berdasarkan ketentuan karena pertanggungjawaban sangat berat," kata Edhy saat menanggapi kesaksian Safri.
Edhy juga membantah menerima uang titipan yang diberikan Dirut PT DPP Suharjito melalui Safri. Edhy menegaskan dia tidak pernah menerima apapun.
"Saya ingin menanggapi BAP 52, terkait uang titipan menteri saya menolak dan membantah, saya tidak pernah menerima uang titipan itu," tegas Edhy.