Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan progres kasus BPJS Ketenagakerjaan. Kegajung belum menemukan indikasi kerugian negara dalam kasus itu.
"Soal kasus BPJS Pak, kasus BPJS kami masuk ketika ada laporan ada kerugian BPJS sekitar Rp 22 triliun. Terdiri dari investasi saham sekitar Rp 11 triliun, dan investasi reksadana sekitar Rp 11 triliun. Ketika kita masuk saya tidak sendirian, kami menggandeng OJK dan BPK karena otoritasnya ada di sana, itu transaksinya jutaan dan sampai sekarang belum selesai," kata Jampidsus Ali Mukartono, kepada wartawan, Senin (14/6/2021).
"Dan sebagian sudah dapat disimpulkan bahwa sampai sekarang belum adanya perbuatan melawan hukum timbulnya akibat kerugian," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ali mengatakan tahun 2016-2019 memang ada kerugian yang hebat. Namun, ada pemulihan sehingga dapat ditangani dengan baik.
"Tahun 2016 sampai 2019 itu ada kerugian yang sangat banyak, tetapi mulai tahun 2020 ini sudah mulai recovery karena sudah mulai rebound harganya sehingga naik kembali. Masih dalam proses apakah ada jenis-jenis yang lain yang ruginya itu sebagai akibat perbuatan melawan hukum masih kita dalam bersama OJK dan BPK," tuturnya.
Sebelumnya, kasus ini awalnya diungkap Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah pada Desember tahun lalu. Febrie menyebut pihaknya mendapat laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dugaan investasi menyimpang di perusahaan pelat merah itu.
"Yang jelas kami ingin tahu, itu investasi ke mana saja, besarannya berapa dan nilai saat ini berapa. Karena ada pengajuan BPK kalau investasi menyimpang," kata Febrie kepada wartawan di Gedung Bundar Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI, Jalan Sultan.
Kejagung pun bergerak cepat menyelidiki. Kejagung menaikkan status kasus dugaan korupsi kasus penyimpangan pengelolaan keuangan dan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan ke tingkat penyidikan. Kejagung telah menggeledah kantor BPJS Ketenagakerjaan dan menyita sejumlah dokumen.
"Tim jaksa penyidik telah melakukan penggeledahan di kantor pusat BPJS Ketenagakerjaan di kawasan Jakarta Selatan dan menyita data serta dokumen," kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangannya, Selasa (19/1/2021).
Penggeledahan tersebut dilakukan pada Senin (18/1) kemarin. Sementara itu, penyidik menjadwalkan memeriksa 20 saksi pejabat dan karyawan kantor pusat BPJS Ketenagakerjaan pada Selasa (19/1) hingga Rabu (20/1).
Kejagung belum menyampaikan terkait berapa nilai kerugian negara dalam kasus ini. Kejagung juga belum mempublikasikan terkait modus dari dugaan penyimpangan investasi di BPJS Ketenagakerjaan. Namun Kejagung mengatakan dugaan penyimpangan investasi seperti pada kasus Jiwasraya.
"Belum bisa dipastikan modusnya, tapi menyangkut investasi seperti Jiwasraya, tapi modusnya masih belum berani kami buka," kata Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah kepada wartawan di Gedung Bundar Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI, Jalan Sultan Hasanuddin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (11/12).
"Yang jelas kami ingin tahu, itu investasi ke mana saja, besarannya berapa dan nilai saat ini berapa. Karena ada pengajuan BPK kalau investasi menyimpang," imbuh dia.
Simak juga 'Saat KSPI Mau Demo di BPJS TK-Kejagung, Ini Tuntutannya':