Genap sewindu Mantan Ketua MPR RI Taufiq Kiemas meninggal dunia. Ketua MPR RI saat ini, Bambang Soesatyo menyebut mendiang Taufiq meninggalkan warisan penting bagi bangsa Indonesia.
Bamsoet mengulas Taufiq menjadi penggagas dari upaya memasyarakatkan Empat Pilar Kebangsaan yang kemudian diubah menjadi Empat Pilar MPR RI. Oleh sebab itu, ia dikenang sebagai Bapak Empat Pilar MPR RI.
"Tidak berlebihan kiranya jika segenap komponen bangsa Indonesia memberikan penghargaan kepada almarhum Taufiq Kiemas sebagai Bapak Empat Pilar MPR RI. Warisan Empat Pilar MPR RI tersebut sangat berguna bagi menjaga keberlangsungan masa depan Indonesia. Sehingga tidak terpecah belah akibat suku, agama, ras, maupun antargolongan (SARA). Empat Pilar MPR RI merajut keberagaman sebagai kekuatan bangsa Indonesia, bukan sebagai sumber pertikaian," kata Bamsoet saat mengenang Sewindu Wafatnya Taufiq Kiemas di Jakarta, Rabu (9/6).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan Empat Pilar MPR RI terdiri dari Pancasila sebagai dasar negara, landasan ideologi, falsafah, etika moral serta alat pemersatu bangsa. Pilar kedua, yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945 (UUD NRI 1945) sebagai landasan konstitusional. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi pilar ketiga sebagai konsensus bentuk kedaulatan negara, dan Bhinneka Tunggal Ika pilar keempat sebagai semangat pemersatu dalam kemajemukan bangsa.
"Memasyarakatkan Pancasila, pada hakikatnya adalah menumbuhkan keyakinan tentang kebenaran Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara yang menginspirasi seluruh pengaturan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sekaligus melakukan aktualisasi dan revitalisasi nilai-nilai luhur Pancasila secara nyata dalam kehidupan sehari-hari," urai Bamsoet.
Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) ini mengulas upaya memasyarakatkan setiap pilar bangsa merupakan hal krusial. UUD NRI 1945 mesti dipahami dengan baik agar konstitusi negara memiliki makna dan membawa manfaat yang nyata, bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Konstitusi, kata dia, harus dapat dipahami secara utuh dan menyeluruh oleh seluruh elemen masyarakat sebagai 'konstitusi yang hidup' yang mampu menjawab tantangan zaman, serta 'konstitusi yang bekerja' untuk mewujudkan cita-cita kesejahteraan dan keadilan sosial.
"Memasyarakatkan NKRI diselenggarakan dalam kerangka membangun komitmen kebangsaan, untuk memaknai negara sebagai 'rumah bagi kemajemukan', yang mengakomodir berbagai aspirasi dan arus pemikiran, dengan tetap menempatkan ikatan persatuan dan kesatuan bangsa sebagai landasan berpijak dan bertindak," imbuhnya.
Bhinneka Tunggal Ika, sambung Bamsoet, meniscayakan setiap orang untuk mawas diri, dan sadar diri pada hakikatnya keberagaman adalah fitrah kebangsaan yang harus diterima, diakui, dan dihormati. Ia menjabarkan menghormati perbedaan adalah wujud keberanian dan kedewasaan untuk melihat setiap persoalan dari berbagai sudut pandang, sehingga dapat dibangun kesepahaman yang menyatukan.
"Bapak Taufiq Kiemas juga termasuk tokoh yang menginisiasi Hari Lahir Pancasila diperingati setiap tanggal 1 Juni. Sebab pada tanggal 1 Juni 1945 di sidang BPUPKI, Bung Karno pertama kali berpidato menyampaikan gagasannya tentang 5 dasar atau pokok pegangan bernegara. Berkat gaya diplomasi beliau yang lembut, akhirnya seluruh komponen bangsa bisa menerima gagasan tersebut. Hingga akhirnya negara mengakui secara resmi tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila, melalui Keppres Nomor 24 Tahun 2016," kata Bamsoet.
(mul/ega)