Pengacara tersangka kasus korupsi pengadaan quay container crane (QCC) di PT Pelindo II, RJ Lino akan menghadapi putusan praperadilan kasusnya. Kuasa hukum RJ Lino Agus Dwiwarsono, berharap praperadilan dikabulkan.
"Kami meyakini bahwa praperadilan ini cukup alasan hukumnya untuk dikabulkan," kata kuasa hukum RJ Lino, Agus Dwiwarsono, Jakarta, Senin (24/5).
Menurut Agus, praperadilan yang diajukan kliennya bisa dikabulkan atas dasar penghormatan hak asasi dan kepastian hukum. RJ Lino ditetapkan sebagai tersangka pada tahun 2015 dalam perkara korupsi tiga unit QCC di Pelindo II tahun 2010 dengan menunjukkan langsung Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Co. Ltd (HDHM) dari Tingkok sebagai penyedia barang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KPK tidak terbitkan SP3 atas penyidikan terhadap RJ Lino yang perkaranya telah melewati batas waktu dua tahun dan tidak dilimpahkan ke pengadilan ini merupakan tindakan penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) UU KPK," kata Agus.
Selain itu, Agus juga mempermasalahkan penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh KPK. Menurut Agus, KPK dengan tenaga ahli accounting forensik pada Direktorat Deteksi dan Analisis pada KPK menghitung sendiri dan menyatakan kerugian negara sebesar US$ 1.974.911,29 setara +/- Rp.17 miliar dalam laporannya tertanggal 6 Mei 2021, satu bulan sepuluh hari setelah penahanan RJ. Lino tanggal 26 Maret 2021.
"Padahal KPK tidak memiliki kewenangan konstitusional menyatakan (men-declare) kerugian negara. Karena itu tindakan KPK ini merupakan penyalahgunaan wewenang," ucapnya.
Menurut Agus, BPK memiliki kewenangan sebagai lembaga auditor negara tidak menghitung kerugian negara. BPK hanya menemukan dugaan kerugian sebesar US$22.898 (setara Rp308,4 juta) atas pemeliharaan QCC dari 2012 sampai 2017.
Karena itu, menurut Agus, KPK dianggap tak memiliki wewenang melakukan penyidikan dan penuntutan perkara tersebut lantaran kerugian negara di bawah Rp1 miliar.
Simak juga video 'Fakta Kasus RJ Lino: Pengadaan QCC hingga 5 Tahun Tanpa Kejelasan':