"Kalau Surabaya itu, kota yang memang sudah lama ada, jadi perencanaan jalannya mungkin sudah lebih terstruktur, perencanaannya, pemeliharaannya, dan Surabaya itu ibu kota provinsi. Nah, kalau Depok ini dia memang bukan kota yang direncanakan sejak awal, dia hanya kecamatan dari awal jadi kota administratif, yang statusnya naik menjadi kota otonom," ucapnya.
Menurut Yayat, di Depok jalan lebih didominasi oleh jalan berukuran kecil namun dengan beban perkotaan yang cukup besar. Perkembangan jalan di Depok, akhirnya seturut dengan perkembangan kota tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu dia maju berkembang karena ada perumnas di situ. Nah, jadi jaringan jalan di sana itu jaringan jalan yang tumbuh kembang bersamaan dengan pertumbuhan kota itu. Jadi banyak jalan di sana itu jalan lokal, jalan kelurahan, atau jalan desa yang terbebani beban perkotaan gitu," imbuhnya.
Seperti diketahui, perbaikan Jalan Boulevard di kawasan GDC, Kota Depok, yang amblas diperkirakan memakan waktu 2 bulan setelah proses lelang. Kejadian serupa pernah terjadi di Jalan Raya Gubeng, Surabaya, Jawa Timur.
Namun perbaikan Jalan Gubeng di ibu kota Jawa Timur itu tidak sampai 10 hari. Setelah jalan amblas dan memunculkan 'jurang', Jalan Gubeng telah dapat dilintasi kendaraan pada Kamis, 27 Desember 2018.
Jalan Gubeng amblas pada Selasa, 18 Desember 2018. Amblasnya Jalan Gubeng diduga diawali ambruknya crane di dekat Rumah Sakit Siloam Surabaya di Jalan Gubeng.
Amblasnya jalan diketahui merupakan imbas dari pembangunan basement RS Siloam Surabaya. Polisi pun melakukan penyidikan dan menetapkan enam tersangka. Mereka kemudian dibawa ke meja hijau dan divonis bebas.
(rfs/idn)