Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung menganulir putusan Badan Kehormatan (BK) DPRD Kuningan, Jawa Barat (Jabar), yang memecat Ketua DPRD Kuningan, Nuzul Rachdy. Alhasil, politikus PDI Perjuangan itu bisa menduduki kursi Ketua DPRD kembali.
Kasus bermula saat Nuzul Rachdy diwawancarai oleh wartawan terkait penyebaran COVID-19 di Pondok Pesantren Husnul Khotimah pada Oktober 2020. Ia menyatakan kepada wartawan:
'Jangan sampai, Husnul Khotimah ini hanya membawa limbah. Limbah wabah dan limbah segalanya.'
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ucapan itu tidak diterima masyarakat. Demo pun dilakukan ke DPRD Kuningan. Puncaknya, Nuzul Rachdy dipecat dari jabatannya oleh BK DPRD Kuningan pada 2 November 2020. Wakil Ketua DPRD Kuningan Dede Ismail mengatakan BK telah selesai menggelar sidang putusan dan menyatakan Nuzul Rachdy terbukti melanggar kode etik.
"Barusan BK melaporkan kepada kami pimpinan DPRD terkait hasil putusan sidang terakhir dengan teradu Ketua DPRD Kuningan Nuzul Rachdy. Hasil putusan BK Saudara Nuzul Rachdy terbukti melanggar pasal 14 angka 2 peraturan DPRD Nomor 2 Tahun 2018 tentang kode etik DPRD (putusan a quo terlampir)," kata Dede didampingi dua pimpinan lainnya, yakni Ujang Kosasih dan Kokom Komariah.
Atas hal itu, Nuzul Rachdy tidak terima dan mengajukan gugatan ke PTUN Bandung. Gayung bersambut. Gugatan dikabulkan. PTUN Bandung menyatakan batal, putusan Nomor : 001/Put/BK/XI/2020 Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kuningan tanggal 2 November 2020, Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kuningan Nomor : 188.4/KPTS.17-PIMP/2020 Tentang Pembagian Tugas Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kuningan tanggal 13 November 2020 dan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kuningan Nomor : 188.4/KPTS.10-DPRD/2020 Tentang Pemberhentian Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kuningan Masa Jabatan 2019-2024 tanggal 13 November 2020.
"Memerintahkan Kepada Tergugat II (DPRD Kuningan) untuk merehabilitasi dan memulihkan kembali harkat dan martabat Penggugat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Kuningan," demikian bunyi putusan PTUN Bandung yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Selasa (13/4/2021).
Lalu apa alasan PTUN Bandung menganulir pemecatan Nuzul Rachdy? Buka halaman selanjutnya.
Tonton juga Video: Walhi Pertanyakan Sikap KLHK Soal Dihapusnya FABA dari List B3
Duduk sebagai ketua majelis, Fadholy Hernanto, dengan anggota Yustian Abithoyib dan Wahyudi Siregar. Ketiganya menyatakan dialog wawancara yang terjadi antara Ketua DPRD Kabupaten Kuningan dan wartawan termasuk tuturan performatif yang menciptakan atau membentuk suatu tindakan bagi si pendengar yang berisi kalimat imperaktif. Tujuannya melarang/mencegah terjadinya penyebaran COVID-19 kepada warga sekitar Ponpes Husnul Khotimah.
"Hal tersebut dibuktikan dengan aturan-aturan yang dipenuhi dalam menentukan kondisi felisitas/kebenaran dalam suatu tindak tutur memperingati," ucap majelis dalam sidang pada Selasa (13/4) kemarin.
Majelis menilai Ketua DPRD sangat mengapresiasi pendidikan di Pondok Husnul Khotimah serta dianggap sangat sayang pada santri, ustaz, dan pegawai di pondok pesantren Husnul Khotimah. Tidak ada niat untuk membuat pernyataan yang berasumsi tidak baik.
"Niat Penggugat hanya untuk kemanusiaan (masyarakat umum) agar tidak bertambahnya yang terinfeksi penyakit virus Corona di lingkungan Pondok Pesantren Husnul Khotimah. Dengan demikian, seharusnya Tergugat II (DPRD Kuningan, red) memahami kata 'limbah wabah' secara gramatikal dan kontekstual sehingga diperoleh pemahaman yang komprehensif dan memperhatikan tindakan tujuan yang ingin di capai Penggugat yaitu memerangi wabah virus Corona di Kabupaten Kuningan bukan tentang diksi pernyataan Penggugat secara leksikal," papar majelis.