Setelah 3 Polisi Jadi Tersangka Unlawful Killing

Round-Up

Setelah 3 Polisi Jadi Tersangka Unlawful Killing

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 07 Apr 2021 20:01 WIB
Penembakan Laskar FPI
Foto Ilustrasi (Luthfy Syahban/detikcom)
Jakarta -

Polri telah menetapkan tiga anggota Polda Metro Jaya sebagai tersangka kasus unlawful killing laskar FPI. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, muncul desakan agar identitas polisi itu diungkap Polri serta mengusulkan Bareskrim melibatkan mantan penyidik KPK yang telah kembali ke Mabes Polri untuk mengusut kasus Km 50.

Desakan itu datang dari Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 Laskar FPI. Ketua Tim TP3 6 Laskar FPI Abdullah Hehamahua meminta Polri mengungkap inisial identitas para tersangka.

"Tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka ini siapa? Apakah sebagaimana direkomendasikan oleh Komnas HAM atau orang yang sudah meninggal. Kan kemarin satu orang meninggal. Ya kita lihat saja bagaimana mereka melakukan proses itu," kata Abdullah Hehamahua saat dihubungi, Rabu (7/4/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Abdullah menuturkan pengungkapan kasus ini harus dilakukan secara terbuka, objektif, dan akuntabel. Hal itu, kata Abdullah, sesuai dengan pernyataan yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Tim TP3.

"Nah, kalau Polri itu masih anak buahnya Presiden Indonesia, dia harus transparan dong, siapa yang pembunuh itu, tentunya pakai inisial karena itu masih status tersangka sehingga pakai inisial," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Abdullah mengatakan perlunya keterbukaan inisial identitas pelaku agar masyarakat merasa yakin jika benar tersangka yang dimaksud itu ada. Sehingga, kata dia, nantinya dapat disandingkan dengan data serta temuan Komnas HAM di lapangan.

Lebih jauh, Abdullah menyarankan agar Bareskrim Polri melibatkan mantan-mantan penyidik KPK untuk mengusut kasus Km 50. TP3 meyakini jika mantan penyidik KPK dilibatkan, mereka bisa menemukan adanya pelanggaran HAM berat dalam peristiwa tersebut.

"Saya sarankan kalau polisi itu masih mengaku Presiden sebagai atasan langsung, maka apa yang disampaikan Komnas HAM itu hanya merupakan salah satu sumber keterangan, bahan keterangan. Mereka harus explore. Beberapa hari yang lalu saya sarankan Bareskrim bisa menggunakan mantan-mantan penyidik KPK yang sekarang sudah kembali ke Mabes Polri, khususnya di Bareskrim untuk mereka melakukan tugas penyidikan itu," katanya.

"Itu saya yakin kalau mantan penyidik KPK diberikan tugas itu, mereka akan bisa menemukan bahwa memang yang terjadi itu pelanggaran HAM berat bukan pelanggaran biasa. Ini yang saya sarankan kalau Mabes Polri, Bareskrim khususnya, menggunakan mantan penyidik KPK insya Allah mereka akan dapat itu proses penganiayaan itu," lanjutnya.

Abdullah mengatakan terdapat luka di bagian tubuh belakang dan kemaluan empat jenazah laskar FPI yang tewas di Km 50. Abdullah menduga keempatnya dianiaya tidak di dalam mobil, melainkan di suatu tempat.

"Sebab apa, misal penganiayaan di mana, di dalam mobil yang disebutkan Polda Metro Jaya itu bagaimana dalam mobil 4 orang terus dengan polisi berapa orang, bagaimana ada penganiayaan di dalam mobil yang kemudian belakangnya itu (punggung jenazah) terseret, kemudian kemaluannya luka, bagaimana dalam mobil penyiksaan seperti itu, tidak mungkin, kalau menembak iya bisa. Berarti bahwa penganiayaan itu bukan dalam mobil, di tempat lain," ujarnya.

Abdullah menyampaikan beberapa keganjilan dalam kasus tersebut. Keganjilan itu antara lain adanya dugaan rumah penyiksaan dan juga dua mobil yang ikut menguntit diduga mobil polisi.

Merespons itu, Mabes Polri menolak saran dari TP3 6 Laskar FPI. Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan tidak bisa sembarang polisi dilibatkan dalam penyidikan.

"Woah ya nggak bisa dong. Harus ada surat perintah penyidikan. Nggak sembarang polisi, jadi nggak bisa," ujar Ramadhan saat dihubungi, Rabu (7/4/2021).

Menurutnya, polisi-polisi yang ingin melakukan penyidikan dalam kasus Km 50 harus melapor kepada Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Brigjen Andi Rian Djajadi. Pasalnya, ada aturan perundang-undangan yang harus diikuti setiap penyidik.

"Ya tergantung Dirpidum. Dia lapor dong ke Dirpidum gitu kan. 'Pak saya mau nyidik'. Jadi nggak bisa sembarangan. Harus ikut aturan perundang-undangan yang berlaku," jelasnya.

Dengan demikian, lanjut Ramadhan, polisi yang hendak melakukan penyidikan harus mendapat surat perintah. Namun, dia tidak menutup kemungkinan untuk siapa pun bisa mengajukan diri ikut ke dalam penyidikan.

"Iya. Intinya ikut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Siapa pun mau melibatkan diri tapi sesuai dengan aturan," tutup Ramadhan.

Halaman 2 dari 2
(fas/lir)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads