1. Dimas Kanjeng
Dimas Kanjeng Taat Pribadi membuat heboh saat aksinya menggandakan uang tersebar media sosial pada 2016. Perlahan tapi pasti, kedok kesaktian Dimas Kanjeng terbongkar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dimas Kanjeng begitu terkenal di Probolinggo. Ia mengelola sebuah padepokan dengan ribuan santri di Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Probolinggo, sejak 2002. Padepokan itu berdiri di atas lahan seluas 30 hektare dan dilengkapi fasilitas, seperti rumah mewah yang dihuni Dimas Kanjeng, pendopo dua lantai, masjid, rumah yang ditempati santri, sekretariat padepokan, dan lapangan voli. Dimas Kanjeng juga dikenal gemar melakukan kegiatan keagamaan dan sosial, bahkan meraih rekor Muri.
Nama besar Dimas Kanjeng tercoreng sejak ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan mantan pengikutnya, Abdul Gani, yang berasal dari Desa Semampir, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, pada 4 April 2016, dan Ismail, warga Situbondo, pada Februari 2015.
Dimas Kanjeng pun divonis 18 tahun penjara. Dia pun mengajukan kasasi. Namun, pada 2018, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi jaksa dan Dimas Kanjeng. Alhasil, pria bernama Taat Pribadi yang heboh dengan kasus 'penggandaan uang' itu tetap dihukum 18 tahun penjara.
Baca juga: Dimas Kanjeng Kembali Divonis Nihil |
2. Gus Akbar
Pada 2018, Fakrul Akbar (22), warga Dusun Tempel, Desa Legok, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan (sebelumnya disebut warga Sidoarjo), diringkus Ditreskrimum Polda Jatim Subdit 3 Jatanras karena aksi penipuan yang dilakukannya.
Pria yang juga dipanggil Gus Akbar ini terbukti melakukan penipuan dengan modus penggandaan uang. Ada empat orang yang melapor sebagai korban.
3. Muslimin
Aksi tipu-tipu penggandaan uang juga pernah dilakukan oleh Muslimin (50), pria asal Batang, Jawa Tengah (Jateng).
Selain menggandakan uang, Muslimin membunuh tiga orang, yaitu Slamet, Lutfi Abdillah, dan Restu Novianto. Pembunuhan itu dilakukan pada 2014-2017 tidak jauh dari rumahnya di Dukuh Segan, Desa Sawangan, Gringsing, Batang.
Slamet awalnya datang ke Muslimin meminta uangnya digandakan. Slamet membawa uang cash Rp 140 juta ke rumah Slamet dengan harapan uang itu bisa dilipatgandakan. Namun, saat melakukan ritual, Slamet justru dibunuh dengan dikubur. Modus serupa juga terjadi pada dua korban lainnya.
Pada 7 Agustus 2020, Mahkamah Agung (MA) menghukum mati Muslimin.