Nyanyian Djoko Tjandra Kala Pleidoi Catut Najib Razak-Tuding Pinangki

Round Up

Nyanyian Djoko Tjandra Kala Pleidoi Catut Najib Razak-Tuding Pinangki

Tim Detikcom - detikNews
Selasa, 16 Mar 2021 07:23 WIB
Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra tidak terima dituntut 4 tahun penjara. Dia mengklaim telah menjadi korban tipu-tipu dari seorang Pinangki Sirna Malasari.
Djoko Tjandra (Foto: Ari Saputra)
Jakarta -

Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra dituntut 4 tahun penjara. Djoko Tjandra mengajukan nota pembelaan, ia mengklaim menjadi korban tipu-tipu jaksa Pinangki Sirna Malasari hingga mencatut nama mantan PM Malaysia Najib Razak.

Hal tersebut disampaikan Djoko Tjandra dalam sidang yang digelar di PN Jakarta Pusat, Jl Bungur Raya, Jakarta Pusat, Senin (15/3/2021).

Awalnya Djoko Tjandra yang membacakan nota keberatan atau pleidoi dalam persidangan itu mengaku menjadi korban peradilan sesat atas Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Nomor: 12/PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009. Putusan itu berkaitan dengan perkara lawas yang menjerat Djoko Tjandra dalam perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Putusan PK Mahkamah Agung RI Nomor:12/PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009 yang diawali oleh pengajuan permohonan PK oleh Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan jelas dan terang merupakan pelanggaran KUHAP tentang PK yang berakibat terjadi miscarriage of justice (peradilan sesat), ketidakadilan dan pelanggaran hak asasi manusia. Saya telah jadi korban miscarriage of justice (peradilan sesat), korban ketidakadilan, dan korban pelanggaran hak asasi manusia," kata Djoko Tjandra.

Putusan itu mengharuskan Djoko Tjandra menjalani hukuman 2 tahun penjara tetapi malah kabur ke luar negeri. Setelahnya Djoko Tjandra mengaku ingin kembali ke Indonesia dalam keadaan bebas sehingga berkongkalikong dengan seorang jaksa bernama Pinangki dan seorang lain bernama Rahmat tetapi dirinya mengklaim telah ditipu keduanya.

ADVERTISEMENT

"Harapan dan kerinduan saya untuk pulang ke tanah air Indonesia yang saya cintai ini telah pula dimanfaatkan orang lain untuk menipu saya. Harapan dan kerinduan saya untuk pulang ke tanah air Indonesia telah menghantar saya pula ke kursi Terdakwa ini, sehingga menjadi korban dari harapan dan kerinduan itu sendiri, karena termakan janji-janji, iming-iming yang ternyata tidak lebih dari suatu penipuan belaka," ujarnya.

Djoko menilai tuntutan jaksa terlalu berat dan tidak berdasarkan dakwaan yang sesuai fakta sebenarnya. Dia menyebut Pinangki Sirna Malasari dan Rahmat yang berinisiatif mengajukan bantuan kepadanya di Kuala Lumpur, Malaysia.

"Pinangki Sirna Malasari lewat Saudara Rahmat yang memiliki inisiatif untuk datang bertemu saya di Kuala Lumpur, Malaysia, menawarkan bantuan dan menjanjikan saya untuk menyelesaikan persoalan hukum saya lewat jalur Fatwa Mahkamah Agung guna menindaklanjuti Putusan MK No: 33 Tahun 2016 dengan tujuan agar Putusan PK No: 12 Tahun 2009 tidak bisa dieksekusi sehingga saya bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani hukuman pidana," ucapnya.

Djoko Tjandra juga mengaku tidak ingin membuat kesepakatan dengan Pinangki sebagai jaksa. Sehingga, disepakati bahwa Djoko hanya berurusan dengan Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya.

Djoko juga menyebut uang USD 1.000.000 adalah Consultant Fee dan Lawyer Fee yang disepakati untuk pengurusan Fatwa MA sampai selesai dan dia diminta membayar uang muka sebesar USD 500.000 yang diberikan ke Andi Irfan Jaya. Dia membantah uang tersebut sebagai suap kepada Pinangki.

"Uang sebesar USD 500.000 itu bukan uang suap kepada Pinangki Sirna Malasari, dan sama sekali tidak dimaksudkan sebagai uang suap. Pembayaran uang USD 500.000 tersebut bukan juga sebagai pemberian hadiah kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari sebagai pegawai negeri," ungkapnya.

Djoko mengaku turut menolak action plan yang ditawarkan Andi Irfan Jaya karena dianggap tidak masuk akal dan hanya sebagai penipuan belaka. Dengan mencermati action plan tersebut, dia sadar bahwa sebenarnya telah menjadi korban penipuan dengan diiming-imingi Fatwa Mahkamah Agung.

"Saya merasa aneh dan heran ketika penuntut umum mendakwa dan menuntut saya melakukan perbuatan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, sementara saya yang menolak dan membatalkan action plan tersebut karena saya melihat dalam action plan tersebut sangat tidak masuk akal," jelasnya.

Djoko Tjandra meminta majelis hakim menolak pembuktian dan tuntutan jaksa. Dia juga berharap dibebaskan atas segala dakwaan dan tuntutan.

"Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan dari pembelaan yang telah saya jelaskan secara rinci di muka tadi maka saya memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang mengadili perkara ini agar berkenan membebaskan saya, Terdakwa Joko Soegiarto Tjandra, dari semua dakwaan dan tuntutan penuntut umum," katanya.

Djoko Tjandra juga bawa-bawa nama mantan PM Malaysia Najib Razak dalam pleidoinya. Selengkapnya di halaman berikutnya.

Simak video 'Djoko Tjandra Dituntut 4 Tahun Bui dalam Kasus Red Notice-Fatwa MA':

[Gambas:Video 20detik]



Djoko Tjandra Bawa-bawa Eks PM Malaysia Najib Razak soal Cek Status DPO

Terdakwa penyuap 2 jenderal dan Pinangki Sirna Malasari, Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra, mengakui pemberian Rp 10 miliar kepada Tommy Sumardi untuk mengecek statusnya dalam daftar pencarian orang (DPO). Namun, Djoko Tjandra mengklaim tidak tahu bahwa uang itu diberikan ke Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo untuk urusan DPO itu.

"Untuk bisa masuk ke Indonesia guna kepentingan pendaftaran permohonan PK tersebut, saya minta tolong kepada Saudara Tommy Sumardi yang saya kenal dan berdasarkan rekomendasi dari besan Saudara Tommy Sumardi, sahabat saya, mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, untuk mengecek status DPO saya. Saudara Tommy Sumardi menyanggupi, tetapi ada biayanya. Awalnya Tommy Sumardi meminta fee sebesar Rp 15 miliar. Saya tawar menjadi Rp 10 miliar dan Saudara Tommy Sumardi menyetujuinya," kata Djoko Tjandra saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (15/3/2021).

Djoko menyebut kewajibannya hanya membayar fee Rp 10 miliar kepada Tommy. Dia tidak mengetahui soal untuk apa uang itu digunakan.

"Saya tidak tahu untuk apa saja Tommy Sumardi menggunakan fee yang saya bayarkan tersebut. Itu jadi urusan dan tanggung jawab Tommy Sumardi. Kewajiban saya hanya membayar biaya sebesar Rp 1 miliar yang kami sepakati," ujarnya.

Diketahui, Tommy Sumardi juga dijerat dalam dalam kasus suap red notice kepada Irjen Napoleon selaku Kadivhubinter Polri saat itu dan Brigjen Prasetijo selaku Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri saat itu. Tommy sudah divonis pidana 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Kembali ke kasus Djoko Tjandra, setelah berhasil masuk ke Indonesia, Djoko langsung mendaftarkan permohonan PK atas kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, permohonan PK itu tidak terwujud dan akhirnya dia ditangkap.

"Setelah itu saya datang ke Indonesia dengan tujuan hanya satu, yakni dapat melakukan pendaftaran permohonan PK saya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Setelah pendaftaran tersebut saya kembali ke Kuala Lumpur, Malaysia. Tetapi kemudian, apa yang saya harapkan dengan permohonan PK tersebut tidak terjadi. Saya ditangkap oleh Kepolisian Malaysia, diserahkan ke Kepolisian Negara RI, menjalani hukuman penjara selama 2 tahun sebagai Terpidana dan menjadi Terdakwa dalam persidangan ini," jelasnya.

Sebelumnya, Djoko Tjandra dituntut 4 tahun bui dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Dia diyakini jaksa memberi suap ke dua jenderal polisi berkaitan dengan red notice serta menyuap jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait fatwa Mahkamah Agung (MA).

Djoko Tjandra diyakini jaksa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a dan Pasal 15 juncto Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 dan 2 KUHP.

Halaman 2 dari 2
(yld/lir)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads