Jaksa Agung ST Burhanuddin memenangkan banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta terkait pernyataannya soal peristiwa Semanggi I-II bukanlah pelanggaran HAM berat. Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Fery Wibisono menyebut ada kesalahan pada putusan PTUN.
"Ya memang ada kesalahan di pengadilan TUN tingkat pertama dan itu kesalahan itu nyata sekali dan kemudian itu kita jelaskan kepada dalam memori banding, memori banding apa adanya sesuai dengan kesalahan-kesalahan itu kemudian dari pengadilan tinggi dalam banding mengkoreksi putusan pengadilan tingkat pertama," kata Fery di Kompleks Kejaksaan Agung (Kejagung), Jalan Bulungan, Jakarta Selatan, Jumat (12/3/2021).
Fery menilai putusan PTUN Jakarta salah karena menganggap penyampaian Burhanuddin soal peristiwa Semanggi I-II di DPR sebagai suatu keputusan untuk menghentikan perkara HAM berat. Padahal, kata Fery, pernyataan Burhanuddin itu hanya sebagai informasi dan dilindungi undang-undang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga nanti kita uji di kasasi lagi, biarkan yuridis saja apa adanya karena beberapa kesalahan yang nyata adalah bahwa ini hanya penyampaian di DPR, bukan masalah keputusan untuk menghentikan proses penyidikan perkara HAM berat, hanya penyampaian di DPR. Jadi penyampaian di DPR juga dilindungi undang-undang," lanjut Fery.
Fery menyayangkan putusan PTUN Jakarta yang menafsirkan penyampaian Burhanuddin di DPR itu sebagai sebuah keputusan. Sementara pada kenyataannya, kata Fery, pihaknya sedang berkoordinasi dengan Kemenko Polhukam dan Komnas HAM untuk menindaklanjuti peristiwa Semanggi I-II secara bersama-sama.
"Nah, pengadilan tingkat pertama salah menafsirkan bahwa penyampaian di DPR ini dipandang sebagai suatu keputusan, karena belum keputusan, buktinya antara lain bahwa kami akan menindaklanjuti bersama-sama dengan Komnas HAM rencana di Polhukam bersama Polhukam bersama kejaksaan, akan membahas tuntas lebih detail lagi. Jadi tidak ada niat kami untuk menghentikan proses, hanya menyampaikan di DPR beberapa kebijakan-kebijakan dari termasuk dari politik DPR dan itu bukan objek TUN," terangnya.