Lembaga swadaya masyarakat, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menyoroti hal ini. Dalam keterangan tertulisnya, Jumat (12/3/2021) ICEL mencatat upaya untuk menyederhanakan ketentuan pengelolaan abu batubara tidak terjadi sekali ini.
Berdasarkan catatan ICEL, sebelumnya pada 2020, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.10 Tahun 2020, yang memberikan penyederhanaan prosedur uji karakteristik Limbah B3, termasuk apabila ingin melakukan pengecualian fly ash sebagai Limbah B3.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
ICEL mengingatkan bahwa dihapusnya FABA dari daftar limbah B3 bisa memicu resiko pencemaran. Abu batubara bisa dimanfaatkan tanpa diketahui potensinya pencemarannya.
"Dengan statusnya sebagai limbah non B3, kini abu batubara tidak perlu diuji terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan. Artinya, terdapat risiko di mana abu batubara dimanfaatkan tanpa kita ketahui potensi pencemarannya," tulis ICEL dalam keterangannya.
ICEL juga menyoroti ancaman kesehatan bagi warga yang dekat dengan PLTU yang tidak mengelola FABA. FABA bisa berbahaya bagi kesehatan karena beracun.
"Bentuk pelonggaran regulasi pengelolaan abu batubara ini memberikan ancaman bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Hingga saat ini, studi membuktikan bahwa bahan beracun dan berbahaya yang ditemukan dalam abu batubara dapat merusak setiap organ utama dalam tubuh manusia," jelas ICEL.
Berdasarkan ancaman tersebut, ICEL mendorong pemerintah untuk mencabut pelonggaran aturan pengelolaan limbah batu bara ini.
"Segera mencabut kelonggaran pengaturan pengelolaan abu batubara dan tetap mengkategorikan abu batubara sebagai limbah B3," kata ICEL.
(rdp/tor)