Komnas Perempuan merilis sejumlah kasus kekerasan terhadap perempuan. Diketahui, perempuan pembela HAM menjadi salah satu kelompok yang rentan dengan kekerasan.
"Perempuan pembela HAM adalah salah satu (yang) rentan kekerasan yang perlu mendapatkan perlindungan," ujar Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini, dalam siaran langsung YouTube Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Jumat (5/3/2021).
Perempuan pembela HAM adalah perempuan yang aktif melakukan pembelaan, penegakan, serta kemajuan untuk hak asasi manusia. Perempuan pembela HAM, lanjut Theresia, biasanya menangani sejumlah kasus kekerasan seperti KDRT maupun isu lingkungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merujuk data Komnas Perempuan, selama tahun 2020, terdapat puluhan kasus kekerasan ke perempuan pembela HAM. "(Komnas Perempuan) mencatat 36 kasus kekerasan terhadap perempuan pembela HAM. Jumlah kasus ini adalah peningkatan signifikan dari 5 kasus yang diterima oleh Komnas Perempuan pada tahun 2019," kata Theresia.
Data tersebut, kata Theresia, didapat dari 7 lembaga bantuan hukum di 6 provinsi. 31 dari 36 kasus kekerasan berujung intimidasi. "31 kasus itu berujung intimidasi yang diarahkan kepada perempuan pembela HAM," jelas Theresia.
"Sebanyak 5 perempuan pembela HAM mengalami kekerasan di dalam rumah tangga oleh pasangannya yang kemudian diselesaikan melalui mediasi keluarga," lanjutnya.
Theresia melaporkan 118 lembaga hukum yang mengembalikan kuisioner ke Komnas HAM, hanya 15 lembaga yang yang memiliki sistem perlindungan. Hal ini, lanjut Theresia, membuktikan perempuan pembela HAM rentan terhadap kekerasan.
Sejumlah LBH melaporkan kasus kekerasan ke Komnas HAM. Kasus kekerasannya bermacam-macam mulai dari ancaman, caci maki, kekerasan verbal, penyerangan kantor, pemukulan, kekerasan seksual, hingga perselingkuhan.
(isa/imk)