Masalah keluarga beraneka ragam, salah satunya soal tanah warisan. Pembaca detikcom menceritakan uang hasil jual tanah warisan dikuasai kakak dan 8 adiknya tidak dibagi. Lalu bagaimana hukumnya?
Pertanyaan di atas dilontarkan warga Gombong, Kebumen, Jawa Tengah. Berikut pertanyaan lengkapnya:
Perkenalkan, saya H di Gombong, Kebumen. Saya ada pertanyaan berkenaan dengan masalah Almarhum bapak saya yang mempunyai sebidang sawah dan kebetulan atas nama saudara kandung saya, inisial ES. Karena sawah tersebut tidak produktif, lahan tersebut dijual ke salah satu rumah sakit di Gombong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah melewati negosiasi dan transaksi, ES tidak mau tanda tangan transaksi akta jual beli sebelum ada pembagian hak bersama di keluarga besar kami.
Setelah ada pendekatan persuasif, ES mau menandatangani akta jual beli dengan syarat tertentu yang dikehendaki saudara saya tersebut (dalam bentuk surat penyataan dan bukti terlampir).
Salah satu klausul surat pernyataan adalah bahwa salah satunya, bahwa kepemilikan sawah waris tersebut bukan hanya milik salah satu ahli waris, tapi milik semua ahli waris (kami 9 bersaudara).
Yang jadi pertanyaan saya:
1. Setelah transaksi jual beli terjadi dan uang diterima, uang tersebut dibawa/masuk rekening pribadi ES tanpa 8 saudara/ahli waris menerima sepeser pun. Padahal sesuai surat pernyataan yang dibuat ES, uang tersebut bukan milik pribadi ES.
2. Apabila surat pernyataan belum ditanda tangani ES di atas meterai, secara hukum sah/tidak sah? Padahal dari awal surat pernyataan tersebut dibuat atas inisiatif ES.
Demikian pertanyaan dari saya, attachement terlampir sebagai bahan referensi dan saya tunggu feedbacknya.
Sekian
Terima kasih.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, detik's Advocate menghubungi pengacara yang juga dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta Mustolih Siradj, S.HI., M.H. Jawabannya dapat dilihat di halaman selanjutnya.
Sebelumnya Kami turut prihatin atas persoalan yang Anda dan keluarga alami. Jika berpatokan dengan cerita dan dokumen yang Anda sampaikan, maka sesungguhnya antara Bapak, ES dan ahli waris lainnya telah menyepakati bahwa sebidang sawah yang dimaksud merupakan harta waris peninggalan dari almarhum orang tua, terlebih didukung oleh pernyataan ES sendiri yang namanya tercantum dalam kepemilikan surat objek sawah yang dimaksud karenanya dapat dianggap sebagai harta waris.
Oleh karena itu, sebagai harta waris maka hasil dari penjualan tanah tersebut semestinya menjadi hak dari semua ahli waris dan harus dibagi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, bahkan merupakan kewajiban para ahli waris kepada Pewaris (almarhum).
Para ahli waris juga harus menyelesaikan terlebih dahulu hal-hal yang terkait dengan kewajiban pewaris sebagaimana Pasal 175 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyatakan :
(1) Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah:
a. mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai;
b. menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk kewajiban pewaris maupun penagih piutang;
c. menyelesaikan wasiat pewaris;
d. membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak
Terkait dengan transaksi jual beli objek tersebut tentu saja para pihak yang terlibat adalah antara pembeli dalam hal ini rumah sakit dengan pihak yang namanya resmi tertulis/tercatat dalam sertifikat resmi, dalam hal ini adalah ES selaku penjual.
Dalam cerita yang disampaikan di atas tidak terungkap secara jelas bagaimana kronologi dan mengapa tanah tersebut bisa dibuat atas nama ES.
Apakah ada yang menjadi saksi atas pemberian hak tersebut dari almarhum kepada ES. Dokumen pernyataan yang Anda sampaikan juga tidak dijelaskan apakah dibuat di hadapan notaris atau akte di bawah tangan. Terlebih surat pernyataan tersebut belum ditandatangani oleh ES sehingga belum berkekuatan hukum sebagai alat bukti tertulis karena hanya sebatas pernyataan lisan belum dimanifestasikan/ diaktualisasikan dalam tanda tangan. Begitu pula kesepakatan pembagian harta waris antara ES dan keluarga tidak dituangkan dalam dokumen tertulis.
Oleh karena itu, atas hal-hal tersebut kiranya antara Anda, ES dan keluarga (ahli waris) agar duduk bersama untuk melakukan musyawarah mencari jalan terbaik atas persoalan tersebut sebagaimana firman Allah SWT surat Ali Imran ayat 159 :
ΩΩΨ΄ΩΨ§ΩΩΨ±ΩΩΩΩ
Ω ΩΩΩ Ψ§ΩΩΨ£ΩΩ
ΩΨ±Ω
"Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu......."
Bermuyswarah juga ditegaskan dalam surat Asy-Syura ayat 38
ΩΩΨ£ΩΩ ΩΨ±ΩΩΩΩ Ω Ψ΄ΩΩΨ±ΩΩΩ° Ψ¨ΩΩΩΩΩΩΩΩ Ω
"Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka....."
Sekian terima kasih
Mustolih Siradj,S.HI., M.H.
Advokat/ Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya dan akan ditayangkan di detikcom.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email:
redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
Salam
Tim Pengasuh detik's Advocate