Beda Keterangan Terduga Penyuap Nurhadi dan Saksi soal Telepon Maqdir Ismail

Beda Keterangan Terduga Penyuap Nurhadi dan Saksi soal Telepon Maqdir Ismail

Zunita Putri - detikNews
Jumat, 19 Feb 2021 16:50 WIB
Dua tersangka korupsi, Hiendra Soenjoto dan Eryk Armando Talla  kembali menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (23/11/2020).
Hiendra Soenjoto (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Terduga penyuap Nurhadi, Hiendra Soenjoto, membantah keterangan Bashori, saksi yang pernah dihadirkan jaksa KPK. Hiendra mengaku pernyataan Bashori terkait komunikasinya dengan pengacara Nurhadi, Maqdir Ismail, tidak benar.

Hal itu dikatakan Hiendra saat bersaksi untuk Nurhadi dan menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Jumat (19/2/2021). Awalnya, Maqdir Ismail mengonfirmasikan keterangan Bashori ke Hiendra.

"Tidak ada, tidak benar," ujar Hiendra.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Soal HP diberikan ke Pak Maqdir itu tidak benar, tidak, tidak benar," tegas Hiendra.

Hiendra menjelaskan cerita Bashori versi dirinya. Dia mengaku pernah menelepon Bashori saat sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Namun dia mengaku tidak pernah menghubungi Bashori bersama Maqdir.

ADVERTISEMENT

"Jadi pada saat saya telepon itu, (telepon) saya diangkat Pak Bashori. Dia langsung ceritakan soal Pak Hengky, 'Pak Hiendra, Pak Hengky disita segala macam'. Saya tanyakan, 'lalu Bapak mau bantu gimana?' Pak Bashori bilang, 'mau praperadilan'. Saya tanya, 'Bapak ada pengalaman praperadilan nggak'. Kata dia nggak punya. Lalu dia bilang, 'nanti saya akan bicara sama Pak Maqdir bertanya soal praperadilan', gitu, Pak," ungkap Hiendra.

Menurut Hiendra, pengakuan Bashori soal menerima telepon dari Hiendra dan kemudian disambungkan ke Maqdir selaku pengacara Nurhadi keliru. Hiendra mengatakan kejadiannya saat itu Bashori-lah yang hendak menghubungi Maqdir untuk bertanya soal praperadilan.

Keterangan Bashori yang dibantah Hiendra ada di halaman berikutnya.

Diketahui dalam persidangan sebelumnya, saksi bernama Bashori mengaku pernah berkomunikasi dengan Hiendra Soenjoto. Bashori mengaku komunikasinya dengan Hiendra dilakukan melalui sambungan telepon milik seseorang yang tidak dia kenal.

Dalam BAP-nya, Bashori menyebut Hiendra Soenjoto saat menelepon menyarankan agar melakukan perlawanan terhadap KPK terkait penggeledahan rumah Hengky Soenjoto. Bashori merupakan pengacara Hengky, sedangkan Hengky adalah kakak Hiendra. Perlawanan yang dimaksud adalah mengajukan praperadilan atas penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan KPK.

Di BAP itu juga Bashori mengatakan Hiendra menyebut nama pengacara Nurhadi, Maqdir Ismail. Bashori mengatakan Hiendra meminta dirinya berkonsultasi dengan Maqdir untuk melakukan perlawanan hukum ke KPK terkait penggeledahan rumah Hengky.

Selain itu, terungkap juga di sidang Bashori mengaku dihubungi seseorang yang mengaku Maqdir Ismail. Telepon itu disambungkan oleh Hiendra pada 6 Juli 2020 saat Hiendra masih berstatus DPO.

"Sekitar 6 Juli 2020 pagi hari, ketika saya sedang membersihkan rumah di Surabaya, saya didatangi dua orang laki-laku boncengan sepeda motor, orang tersebut memakai masker, dan saya tidak kenal. Kedua orang itu datang ke saya, sambil menyerahkan HP mengatakan ke saya, 'Pak Bas ada yang mau bicara'. Saya meyakini orang itu adalah orang Multicon, atau eks Multicon, setelah saya terima, dan katakan, 'halo'. Saya yakini orang yang bicara adalah Hiendra. Hiendra bilang, 'Pak Bas ini ada penjelasan Pak Maqdir, silakan bicara, ini saya berikan HP-nya'. Ini benar ada?" tanya jaksa Wawan Yunarwato di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Timur, Rabu (23/12).

"Oh itu ada, tapi (telepon) terputus. Setelah itu ada yang bicara, 'nanti Pak Maqdir ada'," jawab Bashori.

Bashori menyebut setelah sambungan telepon dari Hiendra terputus, ada lagi telepon yang masuk di handphone itu. Menurut Bashori, pada telepon kedua itulah ada orang yang bicara mengenalkan diri sebagai Maqdir Ismail.

"Kemudian telepon terputus, saya tunggu lagi ada telepon masuk. Itu memperkenalkan, 'halo Pak Bashori, kenalkan saya Pak Maqdir," ungkap Bashori.

Dalam persidangan ini, yang duduk sebagai terdakwa adalah Nurhadi dan Rezky Herbiyono. Nurhadi dan Rezky didakwa menerima suap dan gratifikasi Rp 83 miliar terkait pengurusan perkara di pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, ataupun peninjauan kembali. Nurhadi dan Rezky didakwa menerima suap dan gratifikasi dalam kurun waktu 2012-2016.

Uang suap ini diterima Nurhadi dan Rezky dari Hiendra Soenjoto selaku Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) agar keduanya membantu Hiendra dalam mengurus perkara. Jaksa menyebut tindakan Nurhadi itu bertentangan dengan kewajibannya sebagai Sekretaris MA.

Halaman 2 dari 2
(zap/zak)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads