Jakarta -
Penutupan jalan zona rendah emisi (low emission zone/LEZ) Kota Tua menimbulkan kemacetan pada Senin (15/2/2021) kemarin. Politikus Kebon Sirih berpendapat LEZ Kota Tua dibatalkan saja karena malah menyumbang peningkatan polusi akibat macet. Pemerhati lingkungan hidup berpendapat lain.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta, Tugabus Soleh Ahmadi (Bagus), menilai LEZ Kota Tua tidak perlu dibatalkan. Malah, LEZ Kota Tua perlu diperluas.
"Usul kami, perlahan harus diperluas, dengan catatan: harus adil," kata Bagus kepada detikcom, Selasa (16/2).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Catatan bahwa penerapan LEZ harus adil maksudnya perlu adanya informasi yang cukup bagi warga Jakarta mengenai pentingnya pengurangan polusi dari emisi kendaraan di Jakarta.
"Sebagian besar polusi di Jakarta memang disumbang oleh kendaraan bermotor. Ada juga polusi dari lintas batas seperti yang disebabkan oleh provinsi di sekitar Jakarta," kata Bagus.
Pemprov DKI juga harus adil bila hendak serius menerapkan LEZ, yakni keadilan dalam bentuk penyediaan transportasi umum. Apabila transportasi umum tidak tersedia dengan baik tapi jalanan ditutup dari kendaraan bermotor milik pribadi, warga akan kesulitan dalam bergerak.
"Transportasi publiknya harus diperbaiki," kata Bagus.
Jalan kawasan LEZ yang ditutup di Kota Tua Jakarta. (Foto: dok. instagram/@dishubdkijakarta) |
Selanjutnya, udara yang sehat adalah hak asasi manusia.
Walhi berpendapat bahwa kualitas udara yang baik dan bersih adalah hak asasi manusia (HAM), maka pemerintah harus bisa menyediakan kondisi tersebut. Perihal kemacetan yang ditimbulkan oleh LEZ Kota Tua, Bagus menengarai masyarakat banyak yang belum tahu kebijakan ini karena informasi yang masih minim, di sisi lain transportasi publik juga belum begitu mudah dijangkau.
"Pada dasarnya kebijakan ini baik, yakni untuk membatasi kendaraan pribadi di Jakarta, agar publik bisa perlahan beralih ke moda transportasi publik," kata Bagus.
LEZ Kota Tua, pengendara dari arah Glodok diimbau agar belok ke Jl Pancoran. (Afzal Nur Iman/detikcom) |
LEZ Kota Tua diterapkan mulai 8 Februari lalu, lewat penutupan jalanan sekeliling Kota Tua Jakarta, yakni Jl Kunir, Jl Kemukus, Jl Ketumbar, Jl Lada, Jl Pintu Besar Utara, hingga Jl Kali Besar Barat. Akibatnya, macet terpantau muncul pada Selasa (15/2) kemarin.
Menurut Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono, kemacetan justru meningkatkan emisi gas buang kendaraan bermotor. Maka sebaiknya, kebijakan itu dibatalkan saja karena malah menyimpang dari tujuan semula, yakni mengurangi emisi.
"Tujuan LEZ Kota Tua itu supaya napas kita lega (menurunkan emisi), tapi kalau ternyata kebijakan ini membuat napas kita lebih ngap-ngapan karena macet dan polusi, kan ya lebih baik dibatalkan," kata Gembong, salah satu politikus DPRD DKI yang berkantor di Kebon Sirih, Selasa (16/2) kemarin.
Ketua Fraksi PDIP DKI Jakarta Gembong Warsono (Foto: dok. Istimewa) |
Adapun kondisi saat Selasa (16/2) ini, jalan diguyur hujan, macet tidak terjadi, ruas Jl Kunir-Kemukus juga dibuka supaya tidak macet. Penerapan sistem buka-tutup memang dilakukan sampai saat ini, namun rencananya LEZ Kota Tua berlangsung 24 jam.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini