Cuitan Abu Janda yang diduga rasis itu adalah menanyakan kepada Pigai apakah sudah evolusi atau belum. Pigai menyadari cuitan Abu Janda dengan kalimat tanya itu sulit mencari unsur pidananya.
"Lalu kenapa saya menerima Abu Janda, salah satunya itu ingat bahwa di dalam konteks hukum Abu Janda berbeda dengan Ambroncius. Ambroncius itu rasis langsung serang saya. Sehingga itu tidak perlu membutuhkan waktu yang lama langsung ditahan. Kalau Abu Janda itu dia bertanya, berupa pertanyaan. Pertanyaan, 'apakah Natalius Pigai sudah selesai evolusi belum?' Itu sebuah pertanyaan, di dalam konteks hukum, objek hukumnya tidak ada itu, sumir. Bukan tidak ada, sumir," ungkap dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pigai kemudian menyinggung hukuman yang berlaku karena adanya tekanan massa atau trial by mob. Pigai mengaku dalam kasus rasisme ini, dia berpikir rasional.
"Terus, karena objek hukum sumir, saya belum tahu mungkin akan kesulitan untuk menemukan pidananya. Tetapi akan terjadi macam trial by mob, trial by mob itu dihukum karena ada tekanan massa. Saya itu intelektual, saya itu rasional. Tidak mungkin saya bisa menghukum orang kalau itu tidak melakukan kejahatan secara langsung. Kita boleh benci, karena isinya evolusi sudah selesai atau belum isinya itu rasis, substansinya itu rasis, tetapi kata-kata yang ditulis itu dikunci dengan pertanyaan. Jadi terhindar dari hukuman. Kalimat tanya, saya sangat rasional, saya dianggap bodoh nanti orang, sedangkan saya mengajarkan orang tentang berpikir banyak hal," katanya.
Pigai mengaku tidak senang dengan cuitan Abu Janda itu. Namun Pigai mengatakan dirinya merespons segala sesuatu tidak mengedepankan emosi.
"Kalau disuruh senang nggak? Pasti saya tidak senang. Benci nggak? Ya pasti, siapa yang tidak, siapa yang mau nerima ujaran-ujaran itu. Tetapi, dilihat dari sisi hukum, kita juga harus rasional. Kita harus mengedukasi orang melihat mana yang benar dan mana yang tidak benar. Jangan melihat dari sisi emosi," tutur dia.