Mahkamah Agung (MA) membantah isu pihaknya bertanding dengan Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga yang mengurusi peradilan. MA mengatakan pihaknya ingin bersanding dengan KY untuk mewujudkan peradilan yang mandiri.
"Secara jujur, Mahkamah Agung sangat berkepentingan agar sinergisitas kelembagaan ini bisa dapat diwujudkan dan dijalankan dengan baik. Mengapa? Karena Mahkamah Agung mengharapkan, menginginkan Komisi Yudisial yang kuat yang kiranya dapat bersama Mahkamah Agung untuk menjaga martabat dan wibawa hakim," kata Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Non-Yudisial Sunarto dalam rapat kerja KY yang disiarkan di YouTube Komisi Yudisial, Selasa (9/2/2021).
Sunarto menyebut ada isu yang mengatakan MA dan KY itu bertanding. Sunarto mengatakan MA ingin bersanding dengan KY untuk mencapai visi dan misi Mahkamah Agung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bapak-Ibu sekalian, kalau beberapa berita di luar sering kali Komisi Yudisial tidak disandingkan dengan baik dengan Mahkamah Agung, bahkan dipertandingkan sepertinya, tapi harapan kami kami ingin bersanding, bukan untuk bertanding. Mengapa? Kami ingin bersanding karena visi maupun misi MA akan mudah dicapai bilamana ada kontribusi lembaga lain, termasuk KY," kata dia.
Keinginan MA dan KY, kata Sunarto, memiliki kesamaan. Kedua lembaga negara ini, sebutnya, ingin mewujudkan lembaga peradilan yang agung.
"Perlu saya sampaikan, keinginan-keinginan Komisi Yudisial dan keinginan Mahkamah Agung sama. Kami ingin mewujudkan badan peradilan yang agung. Dan itu amanat dari reformasi birokrasi. Kami susun itu setelah adanya reformasi birokrasi. Kami susun dalam blueprint MA tahun 2010-2035 terwujudnya badan peradilan yang agung," tutur dia.
Menurut Sunarto, MA ingin menjaga kemandirian badan peradilan. Dia menyebut perlu adanya pengawasan, termasuk dari Komisi Yudisial.
"Dan kami mencoba menjabarkan visi tersebut menjadi misi, yaitu salah satunya menjaga kemandirian badan peradilan. Bilamana yang menjaga semakin banyak, semakin efektif penjagaan itu, tapi semakin sedikit, tidak sebanding penjagaannya dengan yang harus dijaga, itu juga akan kurang efektif dan efisien. Kita tidak menjaga hakim dalam satu lapangan bola, satu pemain menjaga satu pemain, komisioner ada 7 harus menjaga 8.200 hakim, menjadi problema tersendiri," ucap Sunarto.
"Sehingga saya sempat mendengar permasalahan yang disampaikan dari bapak dari KY, betul sekali yang disampaikan, mana bisa banding 7 komisioner ditambah aparatur yudisial, menurut saya, tidak sampai seribu, untuk menjaga 8.200 hakim. Kecuali setiap rumah hakim dan kantornya dikasih CCTV," katanya.
Masalah mendasar dalam mewujudkan kemandirian peradilan, kata Sunarto, adalah masalah yang muncul dari dalam. Dia menyoroti hakim yang memanfaatkan jabatannya untuk berbuat curang.
"Permasalahan yang paling mendasar yang dihadapi mewujudkan kemandirian badan peradilan adalah bagaimana menjaga kemandirian internal pribadi hakim agar bisa tetap menjalankan kemandiriannya. Dalam kondisi seperti ini, sangat susah, tetapi dari luar kita lihat ini mau campur tangan, kita bisa tindak. Tapi kalau dari dalam dari hakim sendiri, nah itu tantangan kita bersama," jelasnya.
Guna mengawasi hakim itu, Sunarto berharap adanya kerja sama MA dan KY dalam melakukan pengawasan. Sehingga lembaga peradilan bisa memberikan keadilan kepada masyarakat.
"Tantangan yang dihadapi MA itu menjaga kemandirian dari internal, dari hakim sendiri. Sekarang problema, menurut saya, harus dikaji bersama dan harus ngambil langkah bersama antara MA dan KY. Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada mencari keadilan. Kita mendorong sebaik-baiknya bagaimana agar mendorong mindset aparatur pengadilan, khususnya hakim itu, untuk melayani pencari keadilan, bukan untuk melayani dirinya sendiri. Itu yang harus ditanamkan," ujarnya.
Sunarto mengatakan MA terus berupaya menjaga integritas hakim. Hal itu dimulai saat melakukan fit and proper test calon hakim.
"Meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan, kita mencoba kita lakukan fit and proper test, di samping melihat kemampuan intelektualistasnya, kompetensinya, kita juga melihat integritasnya karena yang akan kita dudukkan adalah calon pemimpin badan peradilan yang sanggup menjadi role model bagi warga pengadilan yang akan dipimpinnya. Kita berusaha meminimalkan pimpinan yang duduk tersebut bagian dari masalah. Kita tidak ingin, ingin mencari pemimpin yang bukan bagian dari masalah. Kalau pemimpin bagian dari masalah, pemimpin hanya sibuk mengurus masalah sendiri untuk diselesaikan," katanya.
Lebih lanjut Sunarto mengatakan hakim memang rentan dengan kredibilitas. Misalnya, satu hakim terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK, hakim lainnya terdampak. Oleh sebab itu, Sunarto meminta adanya sinergisitas antara MA dan KY.
"Kita rentan memang dengan kredibilitas itu, begitu ada hakim satu kena OTT, 8.200 hakim lainnya terkena dampaknya. Jadi ke depan, menurut saya, perlu dibangun komunikasi yang harmonis antara MA dan KY. Sekali lagi kita bukan untuk bertanding, kita sebaiknya bersanding. Model komunikasi yang menurut saya ideal itu adanya prinsip saling menghormati, saling mengritisi, saling memberikan informasi, saling mendengar berdasarkan asas keterbukaan. Komunikasi yang baik antara MA dan KY harus ditumbuhkembangkan melalui berbagai bentuk kerja sama dalam hal apa pun, tapi juga dalam arti semua kegiatan bareng-bareng, tidak, sesuai dengan fungsinya masing-masing," ucapnya.