Febri menjelaskan, dalam cuitannya, Syahganda juga menyertakan berbagai gambar. Bahkan ia menyebut ada salah satu cuitan Syahganda yang mengajak untuk menggelar aksi.
"Di setiap cuitan terdakwa disertai dengan gambar, satu dia menyertakan formulir undangan aksi dan caption-nya dari terdakwa, esok di tanggal 13 atau 12 kita akan aksi meskipun pakai masker, face shield," ujar Febri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dampaknya apa?" tanya hakim Nur.
"Demo," jawab Febri
"Tahu dari mana?" cecar hakim Nur.
"Banyak terjadi dia membagikan gambar demo, membagikan semangat untuk kawan-kawan di situ, dia membagikan selebaran kayak pamflet, ada gambar dan tulisan," jawab Febri lagi.
Untuk itu, ia bersama rekannya, Husein Shahab, memutuskan melaporkan Syahganda ke polisi. Sebab, ia tidak ingin ada kegaduhan akibat cuitan Syahganda.
"Kita bikin laporan jangan sampai dari cuitan itu terjadi kegaduhan. Kedua, dia ada ajakan di situ aksi menolak omnibus law secara tidak langsung menurut saya ada niatan karena dia sudah mem-posting," tuturnya.
Dalam perkara ini, Syahganda duduk sebagai terdakwa. Ia hadir secara virtual dari Rutan Bareskrim Polri.
Syahganda didakwa menyebarkan berita bohong terkait kasus penghasutan demo menolak omnibus law yang berujung ricuh di Jakarta. Syahganda didakwa melanggar Pasal 14 ayat 1 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
"Dakwaan pertama, Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana; atau kedua, Pasal 14 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana; atau ketiga, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana," kata pejabat humas PN Depok, Nanang Herjunanto, saat dimintai konfirmasi, Senin (21/12).
Dalam pasal ini, Syahganda terancam pidana 10 tahun penjara. Dalam kasus ini, Polri telah menetapkan 9 tersangka penghasutan. Dari 9 tersangka itu, beberapa orang merupakan Ketua KAMI Medan Khairi Amri (KA) serta petinggi KAMI, Syahganda Nainggolan (SN), Jumhur Hidayat (JH), dan Anton Permana (AP).
(ibh/maa)