Transparency Internasional Indonesia (TII) menyebut pandemi virus Corona (COVID-19) yang melanda dunia tak hanya berdampak pada krisis kesehatan dan ekonomi. Pandemi COVID-19 juga membuat korupsi dan demokrasi di Indonesia menjadi krisis.
"Relasi antara korupsi dan COVID-19 bahwa dari Transparency Internasional menyatakan bahwa COVID-19 yang kita alami hari ini yang melanda dunia hari ini bukan hanya sekadar krisis kesehatan dan krisis ekonomi semata. Namun juga merupakan krisis korupsi dan juga krisis demokrasi," kata Manajer Departemen Riset TII, Wawan Suyatmiko, dalam Paparan Indeks Persepsi Korupsi 2020, yang disiarkan secara virtual, Kamis (28/1/2021).
Wawan menyebut TII melakukan sebuah analisis yang merujuk terhadap Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perceptions Index (CPI) tahun 2012 hingga 2017. TII pun menarik data tentang government health spending atau alokasi anggaran kesehatan 180 negara dalam rentang 2012-2017.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Temuan kami menyatakan bahwa korupsi telah menggeser alokasi anggaran layanan publik yang esensial salah satunya adalah kesehatan. Di mana negara-negara dengan tingkat korupsi yang tinggi cenderung mengeluarkan uang lebih sedikit untuk kesehatan," ucap Wawan.
Menurut Wawan, hal tersebut berbanding terbalik dengan negara-negara yang relatif bersih dari korupsi. Negara yang bersih korupsi sangat concern dan menaruh anggaran yang besar pada pelayanan publik yang esensial, salah satunya adalah kesehatan itu sendiri.
Wawan menyebut TII juga mengambil analisis data soal korupsi dan kemunduran demokrasi pandemic of democratic standar index dan CPU dari 2020 untuk dibandingkan. TII menemukan bahwa korupsi berkontribusi pada kemunduran demokrasi selama pandemi COVID-19.
"Negara-negara dengan tingkat korupsi yang tinggi merespon kritis dengan cara-cara yang kurang demokratis," katanya.
Lebih jauh, TII menyampaikan sejumlah rekomendasi atas beberapa temuannya itu. Rekomendasi pertama adalah pentingnya memperkuat peran dan fungsi dari lembaga pengawas otoritas antikorupsi dan lembaga pengawas yang harus memiliki sumber daya dan kemandirian yang memadai dalam menjalankan tugasnya.
"Agar alokasi sumber daya penanganan pandemi tidak dikorupsi dan tetap pada tepat sasaran," ucapnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Sarat kedua ialah memastikan transparansi pada kontrak dan pengadaan. Menurutnya, pelanggaran proses pengadaan memberikan banyak peluang untuk terjadinya korupsi.
"Sehingga keterbukaan kontrak harus dilakukan agar bisa menghindari penyalahgunaan wewenang, mengidentifikasi konflik kepentingan, dan memastikan penetapan harga yang adil," katanya.
Ketiga adalah menyerukan bahwa merawat demokrasi dan mempromosikan partisipasi warga pada ruang publik masih tetap harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat sipil. Menurut TII, pelibatan kelompok masyarakat sipil dan media pada akses pembuatan kebijakan harus dijamin oleh pemerintah dan DPR.
"Agar kebijakan yang dihasilkan sepanjang pandemi ini tetap berada pada rel yang akuntabel," katanya.
Saran terakhir, TII merekomendasikan soal keterbukaan data. Pemerintah harus memastikan jaminan akses data yang mudah bagi masyarakat sebagai hak memperoleh informasi secara adil dan merata.