Dua pesawat terbang terpaksa berputar-putar di udara selama 30 menit sebelum mendarat di Bandara Pattimura, Ambon kemarin pagi gegara ada awan cumulonimbus. Peneliti menganalisis kejadian ini.
"Wah ngeri. Banyak pilot atau otoritas penerbangan menurut saya kurang memahami bahayanya. Contoh di Yogyakarta beberapa hari lalu yang ada awan Cumulonimbus Arcus. Penerbangan tetap as usual. Apa mesti nunggu kejadian lagi?" ujar Dosen Meteorologi Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG) yang juga Peneliti Petir dan Atmosfer BMKG Deni Septiadi saat dihubungi, Selasa (19/1/2021).
Khusus kondisi cuaca di kejadian 2 pesawat yang tidak bisa landing dengan mulus di Ambon, Deni menjelaskan kalau ada awan cumulonimbus yang terus memanjang hingga pukul 09.00 WIT kemarin. Pasalnya, kedua pesawat itu berputar-putar sekitar pukul 08.00 WIT atau 09.00 WIT sehingga tidak bisa mendarat ke bandara di Ambon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hasil analisis satelit, pukul 07.00 WIT sudah terbentuk awan Cb Multisel memanjang dengan ukuran panjang sekitar 50 km, dan berkembang 100 km pada pukul 08.00 WIT. Kemudian, puncaknya pukul 09.00 WIT sel awan semakin matang dengan panjang mencapai 180 km dan suhu puncak awan berkisar antara -60-(-75 Β°C)," jelasnya.
Kondisi Cumulonimbus yang seperti itu menandakan kalau awan tersebut sedang aktif memproduksi hujan, angin, dan petir. Alhasil, awan tersebut sangat memengaruhi pesawat yang hendak landing ataupun take off.
"Artinya awan sangat aktif dengan potensi produk yang dihasilkan adalah curah hujan, angin dan petir. Kecepatan angin pada ketinggian sekitar 1500 m dan 3000 m berkisar antara 30-75 km/jam bahkan bisa lebih. Sehingga memang akan berpengaruh pada aktivitas take off maupun landing pesawat," terang Deni.
Deni juga mengingatkan kalau masa krusial pesawat adalah ketika hendak take off ataupun landing. Apalagi di sekitar Bandara Pattimura, Ambon, sempat ada awan Cumulonimbus yang bisa mengganggu pergerakan pesawat.
"Saat pesawat akan take off dan landing merupakan saat yang krusial apalagi di sekitar aerodrom atau bandara terdapat sel awan Cumulonimbus (Cb). Ketika landing, pesawat otomatis akan mengurangi kecepatan sehingga secara aerodinamis laju pergerakan pesawat akan terganggu akibat aliran turbulen dari labilitas atmosfer yang diindikasikan oleh tumbuhnya awan Cumulonimbus tersebut," ucapnya.
Lebih lanjut, Deni membeberkan bahaya dari pesawat yang nekat menembus sistem awan Cumulonimbus. Pesawat bisa mengalami turbulensi hingga terhempas oleh angin. Dengan demikian, keselamatan penumpang dan awak kabin bakal terancam.
"Potensi bahaya pesawat yang memasuki sistem awan Cb diantaranya adalah adanya turbulensi. Turbulensi dengan kategori ekstrem bahkan mampu menghempaskan pesawat 20-30 m dari posisi awal, tentu sangat berbahaya bagi keselamatan dan kenyamanan penerbangan," imbuh Deni.
Deni turut mengingatkan soal bahaya fenomena downburst. Pesawat yang menembus bisa saja mengalami stall dan terjerembab.
"Terakhir, bahaya fenomena downburst atau microburst akibat aliran udara ke bawah awan Cb secara massif dengan kecepatan mencapai 100 km/jam bahkan lebih perlu diwaspadai apabila pesawat tidak ingin terjerembab dan mengalami stall," sebut dia.
Seperti diketahui, dua pesawat dari maskapai penerbangan yang berbeda, kesulitan mendarat di Bandara Pattimura, Ambon, Maluku, pagi tadi. Kedua pesawat itu terpaksa berputar-putar selama 30 menit di atas bandara karena adanya awan cumulonimbus.
Kedua pesawat itu adalah Batik Air rute Jakarta-Ambon dan Garuda Indonesia rute Jakarta-Ambon. Peristiwa ini dikonfirmasi langsung oleh PTS legal, Compliance and Stakeholder Relation Manager Bandara International Pattimura-Ambon, Chandra A Suryatmaja.
"Ada 2 pesawat yang hendak mendarat dari Jakarta ke Ambon holding selama 30 menit karena awan columbus (cumulonimbus). (Kejadian) sekitar pukul 8 atau pukul 9 pagi (WIT)," ujar Chandra.
Kedua pesawat itu tidak berputar-putar di waktu yang bersamaan. Mulanya, Batik Air terlebih dahulu yang berputar-putar di langit, setelahnya Garuda Indonesia.
"Iya betul (pesawat berputar) karena belum bisa masuk landing, yang pertama batik (air), selanjutnya Garuda pesawat carter yang pertama batik (berputar) tidak bersamaan keduanya berputar 30 menit, ada jaraknya (antar pesawat)," ungkap Chandra.