Dalam batas penalaran yang wajar, kata Saldi-Manahan-Enny-Suhartoyo, pendapat tersebut tidak terlepas dari hakikat konstruksi normatif Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang meletakkan dua kepentingan secara berbarengan. Yaitu hak untuk memilih dan hak untuk dipilih (right to vote and right to be candidate) sebagai hak konstitusional warga negara yang selama ini jadi roh pertimbangan-pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam pengujian norma undang-undang dalam ranah pemilihan umum.
"Berdasarkan argumentasi tersebut di atas, demi melindungi hak konstitusional warga negara, kami berpendapat tidak terdapat alasan yang mendasar untuk menyatakan Pemohon II tidak memiliki kedudukan hukum mengajukan permohonan a quo. Karena itu, seharusnya Mahkamah Konstitusi memberikan kedudukan hukum bagi Pemohon II untuk mengajukan permohonan a quo. Dengan diberikannya kedudukan hukum bagi Pemohon II, Mahkamah Konstitusi seharusnya mempertimbangkan pokok permohonan yang diajukan Pemohon II," terang Saldi-Manahan-Enny-Suhartoyo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun apa daya, suara Saldi-Manahan-Enny-Suhartoyo kalah oleh lima hakim MK lainnya. Yaitu Ketua MK Anwar Usman, Wakil Ketua MK Aswanto, hakim konstitusi Arief Hidayat, hakim konstitusi Daniel Yusmic Foekh, dan hakim konstitusi Wahiduddin Adams.
Atas putusan itu, Rizal Ramli kecewa. Menurutnya, MK gagal memahami esensi demokrasi.
"Para hakim di MK tidak memiliki bobot intelektual, kedewasaan akademik, dan argumen hukum yang memadai untuk mengalahkan pandangan kami," kata Rizal Ramli kepada wartawan, Minggu (18/1/2021).
(asp/zak)