Jakarta adalah kota dengan sejarah panjang perjuangan dan kekejaman. Salah satu sudut kota ini menyimpan legenda sadis eksekusi mati.
Zaman dahulu, eksekusi mati tidak mengindahkan kemanusiaan. Pada zaman VOC, hukuman mati pernah dilakukan dengan cara menarik tubuh terdakwa ke empat arah penjuru mata angin dengan kuda.
Cara eksekusi mati sadis itu sempat terjadi di Batavia, nama Jakarta di masa lalu. Saat itu adalah zaman VOC (Perusahaan Hindia Timur Belanda) abad ke-18.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eksekusi mati itu membuat tubuh orang yang dihukum menjadi tercerai-berai, kulitnya pecah terburai. Konon, deskripsi mengerikan itu mengilhami nama Kampung Pecah Kulit, Jalan Pangeran Jayakarta, Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat, sekitar 1 km dari Stasiun Jakarta Kota.
"Kampung Pecah Kulit, Petilasan yang Hilang," begitulah Alwi Shahab menjuduli salah satu bab dalam bukunya, 'Betawi: Queen of The East'.
![]() |
Dia menyebut Kampung Pecah Kulit menyimpan catatan duka sejarah bangsa. Kawasan ini menjadi saksi ladang pembunuhan terhadap orang-orang yang memberontak terhadap penjajah Belanda, salah satunya ada warga kaya keturunan Jerman-Siam bernama Pieter Erberveld.
"Eksekusi terhadap Pieter sendiri dilakukan dengan cara sangat tidak lazim dan biadab. Tangan dan kaki Pieter diikat tali dengan masing-masing dihubungkan ke seekor kuda yang menghadap empat penjuru. Dengan sekali hentak, keempat kuda itu melesat diikuti terbelahnya tubuh Pieter menjadi empat bagian," tulis Alwi.
Kepala Pieter kemudian dipenggal, ditusuk dari leher tembus ke ubun-ubun, dan ditancapkan di atas tonggak yang dipajang di gerbang rumahnya. Kekejaman eksekusi mati itu mengiringi sejarah salah satu sudut Jakarta ini.
"Sejak itulah lokasi tempat eksekusi itu dinamakan: Pecah Kulit," tulis Alwi.
![]() |
Selanjutnya, catatan soal eksekusi Pieter Erberveld di kampung ini:
Tonton juga video 'Urban Legend Menara Saidah dan Rumor Gedung Berhantu':
Eksekusi Pieter dilakukan pada 22 April 1722. Sejak saat itu, orang-orang jadi ngeri untuk memberontak ke VOC. Di situ, saat kawasan itu bernama Jacatraweg (sekarang Jl Pangeran Jayakarta) pernah berdiri monumen. Di atasnya ada tengkorak tiruan kepala Pieter.
Dilansir portal resmi Provinsi DKI Jakarta, monumen itu disebut sebagai monumen Pieter Erberveld. Monumen ini dibangun oleh Belanda dengan dua bahasa, yakni bahasa Belanda dan bahasa Jawa, di dinding tembok bercat putih. Terletak di sebelah selatan Gereja Portugis di Jacatra Weg (Jalan Jayakarta).
Di atas monumen dipasang sebuah tengkorak yang terbuat dari gibs. Di dalam prasastinya tertulis "Sebagai kenangan dari pengkhianat Peter Erbervelt, tidak seorang pun kini boleh membangun, membuat, meletakkan bata atau menanam di tempat ini. Batavia, 14 April 1722". (prasasti batu Monumen Erbervelt)
Prasasti batu aslinya masih bisa dilihat di Museum Sejarah Jakarta. Pemerintah Jakarta juga pernah membuat tiruan monumen di lokasi asli (1970) namun dipindah (1985) ke Taman Prasasti. Monumen tersebut digunakan untuk peringatan bagi 'pengkhianatan' Pieter Erberveld. Begini tulisan di monumen itu bila diterjemahkan ke Bahasa Indonesia:
Catatan, dari peringatan (yang) menjijikkan pada si jahil terhadap negara yang telah dihukum: Pieter Erberveld. Dilarang, orang mendirikan rumah, gedung, atau memasang papan kayu, demikian pula bercocok tanam, di tempat ini, sekarang sampai selama-lamanya. Selesai.
![]() |
Monumen asli ini pernah dihancurkan oleh Jepang pada masa pendudukan (1942-1945). Batu aslinya kini ditempatkan dalam tembok halaman belakang Museum Sejarah Jakarta.
Apakah hanya Peter yang dieksekusi dengan cara ditarik kuda? Tidak. Ada 24 orang yang dieksekusi mati oleh VOC dengan cara seperti itu. Semuanya dihukum karena melakukan makar terhadap Kompeni.
"Pieter dieksekusi bersama 24 orang pengikutnya-semua beragama Islam. Eksekusi, dilakukan di sebuah lapangan terbuka dekat rumah Pieter. Hukuman ini dijatuhkan terhadap Pieter, yang saat dieksekusi berusia 59 tahun, dengan tuduhan telah melakukan makar terhadap Kompeni," tulis Alwi Shahab, mengutip keterangan Humas Museum dan Sejarah DKI.