Jaksa KPK dalam persidangan menghadirkan mantan Kasubag Kesekretariatan Mahkamah Agung (MA) Jumadi dalam sidang kasus suap dan gratifikasi mantan Sekretaris MA Nurhadi. Jaksa dalam sidang mengkonfirmasi terkait pertemuan dengan hakim agung pada 2017.
Jaksa KPK Wawan Yunarwanto awalnya bertanya ke Jumadi apakah Nurhadi pernah bertemu dengan hakim agung sesudah Nurhadi pensiun, pertemuan terjadi pada 2017. Tiga hakim agung saat itu yang disebut Jumadi adalah Sunarto, Purwosusilo, dan Abdul Manaf. Untuk Abdul Manaf, dia baru dilantik menjadi hakim agung pada 2018.
"Kalau bertemu, kan mereka dulu kan sama-sama satu jabatan. Urusannya saya tidak tahu, tapi yang saya tahu mereka ingin silaturahmi, biasanya di luar jam kerja," ungkap Jumadi dalam sidang di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (16/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada Pak Narto, ada Pak Purwo, ada satu lagi mantan dirjen juga, aduh lupa saya, Abdul Manaf," kata Jumadi.
Jumadi, yang saat ini masih bekerja di MA pada bagian Biro Kepegawaian, mengatakan pertemuan itu berlangsung di Apartemen VIII Senopati. Selain itu, ada pertemuan di rumah Nurhadi ketika ada acara tertentu.
"Kalau (pertemuan) di rumahnya acara-acara tertentu saya pernah melihat, waktu acara buka puasa bersama pernah. Kemudian yang satu lagi pernah dulu ada Pusdiklat di Megamendung, kemudian ada makan malam di rumah beliau di Megamendung," katanya.
Selain itu, Jumadi menceritakan ada satu waktu dia diperintahkan Nurhadi menyerahkan dokumen ke bagian kesekretariatan MA. Namun, Jumadi mengaku tidak tahu apa isi dokumen itu.
"Dalam kaitan kesekretariatan, Saudara pernah diminta nyerahin dokumen-dokumen ke hakim-hakim agung?" tanya jaksa Wawan.
"Saya nggak pernah Pak, hanya sekali aja, kira-kira tahun 2017. Saya pikir itu surat dinas, surat resmi, artinya surat kedinasan karena di situ tertulis surat untuk Ketua Muda Pengawasan, ya saya sampaikan juga ke sekretariatan, tapi saya nggak tahu isinya," katanya.
Duduk sebagai terdakwa di sidang ini adalah Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono. Dalam kasus ini, Nurhadi didakwa dan Rezky menerima suap dan gratifikasi Rp 83 miliar terkait pengurusan perkara di pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, ataupun peninjauan kembali. Nurhadi dan Rezky didakwa menerima suap dan gratifikasi dalam kurun 2012-2016.
Uang suap ini diterima Nurhadi dan Rezky dari Hiendra Soenjoto selaku Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) agar keduanya membantu Hiendra dalam mengurus perkara. Jaksa menyebut tindakan Nurhadi itu bertentangan dengan kewajibannya sebagai Sekretaris MA.