Membuncah Kritik ke MA Saat Bawa-bawa Kedermawanan Fahmi Darmawansyah

Round-Up

Membuncah Kritik ke MA Saat Bawa-bawa Kedermawanan Fahmi Darmawansyah

Hestiana Dharmastuti - detikNews
Rabu, 09 Des 2020 22:37 WIB
Fahmi Darmawansyah kembali diperiksa KPK. Suami Inneke Koesherawati itu diperiksa terkait kasus suap fasilitas napi korupsi di Lapas Sukamiskin.
Fahmi Darmawansyah (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Mahkamah Agung (MA) menilai suap pemberian mobil napi koruptor Fahmi Darmawansyah kepada Kalapas Sukamiskin Wahid Husen adalah kedermawanan. Keputusan MA itu sontak menuai kritik tajam sejumlah kalangan.

Awalnya, MA menilai suap yang diberikan Fahmi Darmawansyah kepada Kalapas Sukamiskin nilainya kecil. MA menilai pemberian mobil itu adalah kedermawanan Fahmi.

Alhasil, PK Fahmi dikabulkan dan hukuman suami artis Inneke Koesherawati itu disunat MA dari 3,5 tahun penjara menjadi 1,5 tahun penjara di tingkat peninjauan kembali (PK). Putusan ini dijatuhkan dalam kasus sel mewah di Lapas Sukamiskin Bandung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menjatuhkan pidana kepada Terpidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan pidana denda sebesar Rp 100 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," demikian bunyi putusan MA yang dilansir website-nya, Senin (7/12/2020).

Duduk sebagai ketua majelis Salman Luthan dengan anggota Abdul Latif dan Sofyan Sitompul.

ADVERTISEMENT

Kasus bermula saat suami artis Inneke Koesherawati itu harus menghuni Lapas Sukamiskin karena menyuap pejabat Bakamla. Suap tersebut diduga diberikan terkait proyek pengadaan monitoring satellite di Bakamla. Fahmi harus menghuni Lapas Sukamiskin selama 2 tahun 8 bulan.

Saat menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, Fahmi mendapatkan sel yang berbeda dengan napi lainnya sehingga terlihat mewah. KPK kemudian menangkap Wahid Husen dan Fahmi juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Keputusan MA kemudian disorot sejumlah anggota Dewan di Senayan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka menilai pertimbangan MA tidak tepat.

Kritik-kritik mereka dapat disimak di halaman berikutnya:

PPP: Pertimbangan MA Janggal

Anggota Komisi III Fraksi PPP Arsul Sani mengaku heran saat MA.menyebut pemberian mobil dari Fahmi Darmawansyah kepada Kalapas Sukamiskin sebagai bentuk kedermawanan. Ia menilai pertimbangan MA itu janggal.

"Karena memang janggal kalau sebuah pemberian kepada seorang pejabat yang punya kewenangan dan kontrol terhadap seorang terpidana kemudian dianggap sebagai sebuah bentuk kedermawanan," kata Arsul Sani saat dihubungi, Selasa (8/12/2020).

Sekjen PPP itu pun mempersilakan para akademisi hukum pidana mengeksaminasi putusan MA. Sebab, ia menilai putusan itu bisa disalahpahami oleh publik.

Meski demikian, ia mengatakan Komisi III DPR tidak bisa mengintervensi putusan hakim MA. Namun dia meminta agar hakim tidak membuat pertimbangan yang kontroversial dalam menjatuhkan putusan.

KPK: Terminologi Kedermawanan Tidak Tepat

KPK menilai penggunaan terminologi kedermawanan dalam putusan MA itu tidak tepat.

"Sekalipun putusan hakim haruslah tetap kita hormati, namun di tengah publik yang saat ini sedang bersemangat dalam upaya pembebasan negeri ini dari korupsi, penggunaan terminologi kedermawanan dalam putusan tersebut mengaburkan esensi makna dari sifat kedermawanan itu sendiri," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (8/12/2020).

Sebab, Ali mengatakan, suatu pemberian kepada penyelenggara negara atau pejabat yang memiliki kekuasaan untuk kepentingan tertentu merupakan perbuatan tercela.

Ali menyebut, dalam konteks penegakan hukum, pemberian itu masuk kategori suap atau gratifikasi dan bisa diancam pidana.

"Pemberian sesuatu kepada penyelenggara negara ataupun pegawai negeri karena kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki si penerima, sedangkan si pemberi ada kepentingan di baliknya, tentu itu perbuatan tercela. Bahkan dalam konteks penegakan hukum, hal tersebut dapat masuk kategori suap atau setidaknya bagian dari gratifikasi yang tentu ada ancaman pidananya," ungkapnya.

Komisi III DPR: Itu Jelas Gratifikasi

Sorotan yang sama juga disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh, yang menilai tindakan tersebut jelas merupakan gratifikasi.

"Sama sekali tidak boleh (disebut kedermawanan) karena jelas gratifikasi karena conflict of interest sebagai kalapas dengan seorang napi," kata Pangeran kepada wartawan, Selasa (8/12/2020).

Pangeran menyebut Fahmi Darmawansyah menempati sel tahanan dengan fasilitas berbeda dari sel lainnya. Bahkan, menurutnya, Kalapas Sukamiskin Wahid Husen juga telah mengakui adanya keberadaan sejumlah pemberian dari Fahmi.

Pangeran pun menyoroti keputusan MA yang mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Fahmi Darmawansyah. Ia juga mempertanyakan hasil putusan MA terhadap Fahmi Darmawansyah.

Ketua DPP PAN ini menilai putusan MA terhadap Fahmi Darmawansyah menimbulkan pertanyaan besar. Ia berharap lembaga peradilan seperti MA dapat memberikan rasa keadilan tanpa pandang bulu.

Halaman 2 dari 4
(aan/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads