Mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo, berdebat dengan pengusaha Tommy Sumardi. Prasetijo, yang duduk di kursi terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, mencecar Tommy, yang hadir sebagai saksi, perihal ponsel Tommy yang dibuang.
Debat itu terjadi ketika Brigjen Prasetijo, yang duduk sebagai terdakwa kasus red notice Djoko Tjandra, mengkonfirmasi berita acara pemeriksaan (BAP) Tommy Sumardi terkait pembuangan HP. Tommy pun membenarkan BAP itu.
"Ini ada HP saudara dibuang, kenapa dibuang? Ada pernyataan (BAP), 'Namun HP tersebut sudah saya buang karena sudah tidak saya pergunakan lagi'," tanya Prasetijo ke Tommy di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (7/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya saya buang aja," jawab Tommy.
Prasetijo dengan nada agak tinggi pun bertanya alasan Tommy membuang. "Kenapa? Takut ditangkap?" cecar Prasetijo.
"Saya nggak bersalah," cetus Tommy.
Hakim ketua Muhammad Damis pun menengahi Prasetijo dengan Tommy. Tommy kemudian menjawab alasannya adalah karena merasa HP itu kotor.
"Itu karena saya pikir HP itu sudah kotor. Saya buang aja, (kotor karena) sudah saya pakai telepon-telepon ke sana-kemari," jelas Tommy.
Tommy mengakui HP yang dibuang itu digunakan untuk berkomunikasi dengan Prasetijo, Anita Kolopaking, dan Irjen Napoleon. Berkomunikasi dengan Djoko Tjandra juga pernah dipakai sebanyak satu kali.
Tommy mengaku, alasan lain dia membuang HP, yang menurut Prasetijo bisa dijadikan barang bukti itu, adalah HP tersebut berisi rahasia pribadinya. Dia mengaku takut kalau rahasia pribadinya dilihat orang lain.
"Kan di situ ada rahasia-rahasia pribadi saya juga. Jadi kalau lah telepon itu diambil orang, dalam hati saya, ini nanti macam-macam konotasinya. Mendingan saya buang aja," jelas Tommy.
Simak lanjutan artikel di halaman berikutnya.
Prasetijo pun menanggapi pengakuan Tommy. Menurut Prasetijo, seharusnya Tommy dikenakan pidana umum karena menghilangkan barang bukti.
"Saksi tadi katakan HP yang digunakan antara bulan April sampa Juli dibuang. Tapi HP yang disita (jaksa) yang tidak terkait dengan perkara. Terus bilang saya ditelepon tentang urusan masalah uang, terus saja menuduh. Dia buang HP saja sudah ada niat menghilangkan barang bukti. Saya di pidum (pidana umum) didakwa menghilangkan barang bukti, di sini mana," kata Prasetijo.
Duduk sebagai terdakwa adalah Brigjen Prasetijo. Dia didakwa menerima suap dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Prasetijo diduga telah membantu upaya penghapusan nama Djoko Tjandra dalam red notice Interpol.
Perbuatan Prasetijo disebut jaksa dilakukan bersama-sama dengan Irjen Napoleon Bonaparte yang kala itu menjabat Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri.
Napoleon disebut jaksa menerima suap dari Djoko Tjandra sebesar SGD 200 ribu dan USD 270 ribu. Sedangkan Prasetijo didakwa menerima USD 150 ribu yang dikurskan ke rupiah menjadi sekitar Rp 2,1 miliar.