Pembelian BMW X5 oleh Pinangki Sirna Malasari diungkap oleh Yeni Pratiwi, yang merupakan sales di PT Astra International BMW. Yeni bercerita, saat membeli mobil BMW, Pinangki menolak melapor ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Awalnya, Yeni bercerita saat Pinangki membeli mobil BMW X5 seharga Rp 1,709 miliar secara cash. Kemudian saat setelah Pinangki menyerahkan uang muka Rp 25 juta ke Yeni, Yeni mengaku menawarkan form pelaporan PPATK ke Pinangki tapi ditolak Pinangki.
"Menawarkan ke PPATK, (jawaban Pinangki) keberatan," kata Yeni saat bersaksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (2/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kenapa keberatan? Alasannya apa?" tanya jaksa.
![]() |
"Kalau customer keberatan, kita tidak memaksa," jawab Yeni.
Yeni mengatakan seharusnya setiap customer membeli mobil secara cash atau tunai itu harus melapor ke PPATK. Namun, perusahaannya tidak memaksa jika customer keberatan mengisi laporan itu.
"Nggak wajib sih, kalau memang customer nggak mau ya nggak dilapori," katanya.
Saksi mengatakan bahwa Pinangki menyampaikan keberatannya lewat sambungan telepon. Simak di halaman berikutnya...
Keberatan itu disampaikan Pinangki melalui telepon. Pinangki menolak tegas saat ditawari Yeni soal laporan PPATK.
"Saya hanya tanyakan 'ada form PPATK, mau diisi nggak, Bu?', terus katanya 'nggak', ya sudah nggak apa," ucap Yeni.
Sebelumnya, Yeni mengatakan Pinangki sepakat membeli BMW X-5 tahun 2020 lantas membayar uang muka Rp 25 juta. Setelah itu, menurut Yeni, Pinangki meminta pembayaran secara tunai bertahap yang totalnya Rp 1,709 miliar.
"Terdakwa bayar cash karena nggak melalui bank. Kalau kredit kan harus ada tenor, ini nggak. (Pelunasan) pokoknya sebelum mobil dikirim sudah lunas gitu," ucap Yeni.
Pelunasan disebut Yeni dilakukan lima kali dengan rincian sebagai berikut:
1. Rp 490 juta dibayarkan pada 11 Desember 2019;
2. Rp 100 juta dibayarkan pada 13 Desember 2019;
3. Rp 129 juta dibayarkan pada 13 Desember 2019;
4. Rp 31 juta dibayarkan untuk kepentingan asuransi; dan
5. Rp 10,6 juta dibayarkan untuk kepentingan pajak progresif.
Untuk diketahui, dalam kasus ini Pinangki didakwa menerima suap dari Djoko Tjandra serta tindak pidana pencucian uang. Dia disebut jaksa menguasai USD 450 ribu yang diduga berasal dari Djoko Tjandra. Jaksa menyatakan, pada 2019-2020, Pinangki menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya yang berasal dari kasus korupsi itu dengan cara menukarkan uang USD 337.600 di money changer atau senilai Rp 4,7 miliar.
Pinangki juga disebut jaksa menyamarkan asal-usul uang korupsi dengan membeli sejumlah kendaraan sekaligus melakukan operasi kecantikan. Salah satu kendaraan yang dibeli adalah BMW X-5, yang harganya Rp 1,7 miliar.