Majelis Ulama Indonesia (MUI) resmi menetapkan kepengurusan periode 2020-2025. Wajah baru MUI tanpa tokoh-tokoh Persaudaraan Alumni (PA) 212 menuai reaksi beragam sejumlah kalangan.
Nama Din Syamsuddin dan sejumlah tokoh yang lekat dengan PA 212 hilang dari kepengurusan MUI yang baru. Kepengurusan MUI 2020-2025 ini disusun tim formatur yang diketuai Ma'ruf Amin. Miftachul Akhyar dipilih sebagai Ketua Umum MUI baru.
"Ketua Umum KH Miftachul Akhyar," kata Ma'ruf Amin, Jumat (27/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Gerbong 212 Tak Lagi Ada di Kepengurusan MUI |
Pengurus MUI 2020-2025 masih diisi beberapa nama lama, namun tokoh seperti Din Syamsuddin hingga Tengku Zulkarnain tak ada di struktur kepengurusan. Din Syamsuddin sebelumnya menjabat Ketua Dewan Pertimbangan MUI. Din telah menyatakan tak akan menghadiri Munas MUI sebelum gelaran itu dilaksanakan.
Tengku Zulkarnain yang dikenal kerap berseberangan dengan kebijakan pemerintah, juga tak ada di struktur kepengurusan MUI 2020-2025. Tengku Zul menghormati hasil Munas MUI dan menyatakan akan fokus berdakwah keliling Indonesia dan dunia.
Tokoh-tokoh yang dikenal berafiliasi dengan PA 212 juga tak lagi menjadi pengurus MUI 2020-2025. Bachtiar Nasir, yang duduk sebagai Wakil Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI, tak mendapat posisi baru di kepengurusan teranyar. Bachtiar Nasir aktif memimpin GNPF MUI ketika kasus penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tengah panas-panasnya.
Ada juga Ketua GNPF Ulama Yusuf Muhammad Martak yang tak diikutsertakan di kepengurusan MUI yang baru. Yusuf Martak menjabat bendahara di kepengurusan MUI yang lama.
Hilangnya sejumlah tokoh 212 dari kepengurusan MUI menuai pro kontra di sejumlah kalangan. Mereka pun angkat bicara soal kepengurusan baru MUI ini.
MUI: Tidak Ada Pretensi Memundurkan Gerbong 212 dari Kepengurusan
MUI menyatakan tidak punya pretensi (keinginan tak berdasar) untuk melepas gerbong 212.
"Tidak ada pretensi memundurkan yang lain. Fungsinya adalah soal komitmen keagamaan dan komitmen untuk menerima AD/ART MUI, dan mewakili usulan ormas masing-masing," kata Ketua Dewan Pimpinan MUI Arorun Niam Sholeh kepada detikcom, Jumat (27/11/2020).
Pemilihan kepengurusan di MUI sudah memiliki pakemnya sendiri. Pakem itulah yang juga diterapkan kembali oleh MUI untuk menyusun kepengurusan periode 2020-2025. Tim formatur kepengurusan tidak membedakan antara PA 212 dengan unsur lainnya.
"Kita tidak melihat kotak-kotak itu. Keterwakilan ini diejawantahkan sejak di dalam proses penetapan formaturnya," kata Niam.
Tim formatur terdiri dari ormas Islam Nadhlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang disebut Niam sebagai penyangga utama, ditambah tiga ormas Islam lain yang ditetapkan secara bergantian. Untuk periode ini, tiga ormas Islam itu yakni Syarikat Islam, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), dan Persatuan Islam. Ada pula unsur perguruan tinggi dan pesantren yang masuk dalam tim formatur.
Kepengurusan MUI yang terbentuk saat ini adalah hasil mufakat dari tim formatur di atas.
PBNU: Tidak Ada Unsur Kesengajaan Menyingkirkan PA 212 dari MUI
Formatur kepengurusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dari unsur Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Masduki Baidlowi, menepis persepsi adanya penyingkiran gerbong PA 212 dari kepengurusan MUI 2020-2025. Tim formatur tidak memandang apakah calon pengurus yang dipertimbangkan adalah anggota PA 212 atau bukan.
"Tidak ada unsur kesengajaan menyingkirkan ini dan itu," kata Masduki kepada detikcom, Sabtu (28/11/2020).
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU ini menjelaskan MUI adalah organisasi yang terdiri dari perwakilan ormas-ormas Islam, baik ormas besar maupun ormas kecil. Semuanya diakomodasi dalam kepengurusan.
"Pendekatannya bukan 212 dan non-212," kata Masduki.
Tim formatur terdiri dari perwakilan ormas-ormas, perguruan tinggi, pesantren, perwakilan petahana, dan perwakilan zona. Ada tujuh zona yang masing-masing mengajukan satu formatur. Berikut ini tujuh zona itu.
PA 212 Hormati Keputusan MUI
Gerbong Persaudaraan Alumni (PA) 212 tak ada lagi dalam kepengurusan MUI. PA 212 menghormati keputusan MUI itu.
"Kita menghormati hasil musyawarah," kata Ketua PA 212 Slamet Maarif saat dihubungi, Jumat (27/11/2020).
Ia kemudian mendoakan MUI agar tetap istikamah memperjuangkan kepentingan umat.
"Mendoakan semoga MUI tetap istikamah berjuang untuk umat bukan untuk penguasa," sebutnya.
Golkar: MUI Bukan Organisasi Politik
Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi Partai Golkar Ace Hasan Syadzily angkat suara terkait tokoh 212 hilang dari kepengurusan MUI. Ace mengingatkan MUI bukan untuk kepentingan politik.
Ace awalnya mengucapkan selamat atas lancarnya acara Munas MUI. Dia berharap pengurus terpilih bisa menjadi wadah hingga pelayan umat.
"Kami berharap dengan kepengurusan yang baru ini, MUI menjadi wadah bagi para ulama, Kyai, cendikiawan muslim, dan tokoh agama Islam untuk berkiprah sebagai khadimul ummah (pelayan umat) dalam bidang keagamaan," kata Ace saat dihubungi, Jumat (27/11/2020).
Kemudian Ace menyoroti sejumlah nama-nama yang tidak masuk dalam kepengurusan karena kritis terhadap pemerintahan Jokowi. Dia mengingatkan MUI bukan organisasi politik.
"Soal tidak masuknya nama-nama yang kritis dalam kepengurusan MUI terhadap Pemerintahan Jokowi. MUI bukan organisasi politik," ucapnya.
Ketua DPP Partai Golkar ini menyebut MUI merupakan tempat berhimpun semua ormas Islam untuk kemaslahatan umat. Dia mengatakan tujuan MUI bukan untuk kepentingan politik.
PKS: Kesannya Tokoh 212 Tidak Dirangkul
PKS menilai semua pihak seharusnya dirangkul oleh MUI. "Kesannya tidak dirangkul, Mestinya semua dirangkul dan disatukan. Termasuk perwakilan ulama PA 212," kata Elite PKS Mardani Ali Sera saat dihubungi, Jumat (27/11/2020).
Meski tidak dirangkul, Mardani menyebut Tengku Zul hingga Din Syamsuddin tetap seorang tokoh besar. Tak hanya itu, keduanya juga disebut memiliki banyak pengikut.
"Tengku Zul dan Pak Din tetap tokoh besar dengan banyak pengikut walau tidak masuk dalam Kepengurusan MUI yang baru," ucapnya.
Tak lupa Mardani mengucapkan selamat kepada susunan pengurus baru MUI. Ia berharap semua pihak yang ada di dalam atau di luar kepengurusan MUI tetap bisa menjaga silaturahmi dan membangun bangsa.
PPP: Mereka Cocoknya Masuk Partai
PPP menilai tidak masuknya mereka dalam kepengurusan baru itu bukan sebuah permasalahan.
"PPP melihat bahwa kepengurusan yang baru ini tetap mencerminkan MUI sebagai rumah atau wadah bersama berbagai organisasi Islam dan elemen umat Islam. Soal tidak masuknya sejumlah tokoh, seperti Pak Din Syamsuddin dkk, maka seyogianya tidak perlu menjadi isu tentang tidak terakomodasinya sosok-sosok yang dipandang berseberangan terhadap pemerintah," kata Sekjen PPP Arsul Sani kepada wartawan, Jumat (27/11/2020).
Arsul mengatakan orang yang mengisi MUI lebih baik orang yang cenderung tidak berseberangan dengan pemerintah. Sebab, MUI dinilai wadah organisasi bagi seluruh umat Islam. Orang yang bersikap oposisi, kata Arsul, lebih pantas ada di parpol.
Meskipun demikian, Arsul berharap MUI tetap melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan. Dia meminta MUI tetap mengingatkan jika ada kebijakan yang tidak pas.
"Harapan umat Islam kan memang menginginkan MUI tetap kritis terhadap pemegang kekuasaan. Maknanya, ketika pemerintah benar kebijakannya, ya disikapi positif. Ketika pemerintah dianggap menyimpang atau tidak pas, ya harus diingatkan sesuai prinsip amar ma'ruf nahi munkar," imbuhnya.
Komisi VIII DPR Ingatkan MUI Milik Umat
Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto mengingatkan MUI bukan milik segolongan orang atau milik pemerintah. Awalnya, Yandri mengucapkan selamat kepada Ketua Umum terpilih kH Miftachul Akhyar beserta para pengurus yang baru. Dia berharap kepengurusan MUI yang baru bisa lebih baik lagi.
"Persoalan kepengurusan tentu mekanisme yang ada di MUI sudah diatur sedemikian rupa melalui formatur. Kita berharap yang duduk di MUI sekarang benar-benar bisa menjalankan amanah dan menampung aspirasi umat dan fatwa-fatwanya memang benar-benar ditunggu umat," kata Yandri saat dihubungi, Jumat (27/11/2020).
Yandri meyakini pemilihan kepengurusan di MUI hanya regenerasi. Namun dia mengingatkan tidak tepat jika pemilihan pengurus dilandaskan pada suka tidak suka atau pro dan tidak propemerintah.
"Persoalan siapa masuk dan tidak masuk, sekali lagi, itu kan ada mekanismenya, mungkin regenerasi, ada pergantian, ada yang baru, ada yang lama nggak masuk, itu biasa, Tapi kalau misalkan penyesuaian kepengurusan itu diidentikkan atau ditafsirkan karena persoalan suka-nggak suka atau pro-tidak pro dengan pemerintah, itu pasti menurut saya kurang tepat," ucapnya.
Lebih lanjut Yandri menyebut MUI bukanlah milik satu golongan atau milik pemerintah. Karena itu, tidak baik jika ada beberapa orang berada di gerbong oposisi yang akhirnya tidak terpilih.
Lebih jauh Wakil Ketua Umum PAN itu juga mengingatkan kembali alasan didirikannya MUI waktu dulu. Menurutnya, MUI didirikan sebagai penyejuk dan pemersatu umat.