Ragam Suara Tanggapi 'Kekosongan Kepemimpinan' yang Disorot JK

Round-Up

Ragam Suara Tanggapi 'Kekosongan Kepemimpinan' yang Disorot JK

Tim detikcom - detikNews
Senin, 23 Nov 2020 06:09 WIB
Ketum DMI Jusuf Kalla (JK) memantau penyemprotan disinfektan di Masjid Nurul Hidayah, Jaksel.
Jusuf Kalla (JK) (Foto: dok. Antara)
Jakarta -

Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK) bicara mengenai kekosongan kepemimpinan yang menyerap aspirasi masyarakat. Pernyataan itu kemudian menimbulkan beragam suara dari berbagai kalangan sebagian menilai pernyataan JK tidak relevan, sebagian menilai pernyataan itu merupakan kritik konstruktif.

Pernyataan JK itu disampaikan ketika JK mengisi webinar yang diselenggarakan DPP PKS bertajuk 'Partisipasi Masyarakat Sipil dalam Membangun Demokrasi yang Sehat' pada Jumat (20/11) lalu, JK menjadi pembicara dalam webinar itu. JK angkat bicara mengenai fenomena Habib Rizieq Syihab (HRS) yang meluas sehingga melibatkan TNI-Polri.

"Kenapa masalah Habib Rizieq Syihab, begitu hebat permasalahannya sehingga polisi, tentara, turun tangan, sepertinya kita menghadapi sesuatu yang guncangnya yang ada. Kenapa itu terjadi, ini menurut saya karena ada kekosongan kepemimpinan yang dapat menyerap aspirasi masyarakat secara luas," kata JK dalam webinar itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Adanya kekosongan itu, begitu ada pemimpin yang karismatik, katakanlah karismatik, begitu, atau ada yang berani memberikan alternatif, maka orang mendukungnya. Ini suatu menjadi, suatu masalah, Habib Rizieq itu adalah sesuatu indikator bahwa ada proses yang perlu diperbaiki dalam sistem demokrasi kita," tambah JK.

JK juga berbicara soal pandangannya terkait kenapa banyak orang lebih percaya kepada Habib Rizieq ketimbang partai Islam untuk menyuarakan aspirasinya. Menurutnya, hal itu disebabkan kekosongan sistem demokrasi dalam ideologi Islam.

ADVERTISEMENT

"Kenapa ratusan ribu orang itu, begitu, kenapa dia tidak percayai DPR untuk berbicara. Kenapa tidak lebih percaya partai-partai terkhusus partai Islam untuk mewakili masyarakat itu. Kenapa masyarakat memilih Habib Rizieq untuk menyuarakan ya punya aspirasi. Itu pertanyaannya yang sangat penting untuk kita evaluasi, jangka waktu khususnya PKS dan partai Islam lainnya, bahwa ada kekosongan sistem atau cara kita berdemokrasi, khususnya dalam ideologi keislaman yang kemudian diisi oleh Habib Rizieq, sehingga kita takut bahwa ini nanti demokrasi kembalikan demokrasi yang katakanlah sistem demo macam-macam, dan juga tentu merusak sistem kita semua," tutur JK.

Menurut JK, Indonesia perlu mengevaluasi sistem demokrasi. Indonesia, kata JK, harus lebih banyak belajar tentang demokrasi.

"Inilah suatu sistem evaluasi yang kita harus berikan, kita harus pelajari, bahwa kita bicara tentang kegagalan demokrasi zamannya kita pimpin, kegagalan demokrasi dalam demokrasi pancasila, sehingga kembali menjadi miliform itu juga bisa sampai masalah ekonomi. Juga masalah proses yang harus kita perbaiki, sehingga jangan kita kembali lagi ke demokrasi jalanan. Jadi partisipasi masyarakat itu bukan mendukung apa yang dipilihnya. Tapi memilih jalannya sendiri menjadi demokrasi jalanan lagi, seperti yang terjadi pada reformasi ataupun pada tahun 65 66, ini bisa kembali terjadi apabila wakil-wakil yang dipilihnya tidak memperhatikan aspirasi seperti itu. Karena memang mungkin yang dipilihnya itu tidak dipilih secara langsung demokrasi TPS, tapi bukan orang yang tepat karena tidak mempunyai sesuatu kelebihan-kelebihan material sehingga terjadilah seperti ini," ucapnya.

Pernyataan JK ini awalnya ditanggapi oleh Deputi IV Bidang Komunikasi, Politik, dan Diseminasi Informasi KSP Juri Ardiantoro. Juri mempertanyakan maksud pernyataan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), terkait kosongnya kepemimpinan penyerap aspirasi yang disampaikan dalam acara webinar DPP PKS. Juri menilai pernyataan JK itu tidak relevan jika merujuk pada kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Wapres Ma'ruf Amin saat ini.

"Pertama, perlu diperjelas apa yang dimaksud 'kekosongan kepemimpinan aspiratif'. Apakah presiden dan wapres, atau DPR/MPR, atau kepemimpinan pada institusi-institusi lain? Sebab, jika merujuk pada kepemimpinan Pak Jokowi-KH Maruf Amin, pernyataan Pak JK menjadi tidak relevan," ujar Juri saat dihubungi, Minggu (22/11/2020).

"Pak Jokowi itu sosok pemimpin yang lahir dari proses demokrasi, sehingga beliau sadar betul untuk memegang dan mewujudkan kepemimpinan yang terbuka dan aspiratif," sambungnya.

Selain itu, Juri menganggap pernyataan JK terlalu politis jika menghubungkan kosongnya kepemimpinan aspirasi dengan Habib Rizieq Syihab (HRS). Pernyataan itu dinilai bisa mendelegitimasi kepemimpinan Jokowi.

"Kedua, pernyataan Pak JK adalah pernyataan yang sangat politis. Kepemimpinan aspiratif yang dinisbatkan pada sosok HRS adalah pernyataan politik yang dapat diduga untuk mendelegitimasi kepemimpinan Pak Jokowi," ucapnya.

Dia juga menyebut pernyataan JK sejalan dengan yang selama ini digaungkan Habib Rizieq. "Ketiga, pernyataan Pak JK sebagai manuver politik searah dan sejalan dengan apa yang ditunjukkan HRS dan pendukung-pendukungnya. Sebab, gerakan HRS adalah jelas gerakan politik yang dibungkus dengan baju agama," katanya.

Simak video 'Fenomena Habib Rizieq, JK: Ada Kekosongan Pemimpin yang Serap Aspirasi':

[Gambas:Video 20detik]



Simak selanjutnya tanggapan sejumlah anggota DPR dari sejumlah fraksi >>>

Suara dari Senayan

PDIP

Tak hanya ditanggapi KSP, sejumlah anggota DPR dari beberapa fraksi juga turut mengomentari peryatan JK. Fraksi PDIP mengaku heran dengan pernyataan JK yang bicara mengenai kekosongan kepemimpinan saat membahas fenomena Habib Rizieq Syihab.

"Saya agak heran juga bila mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut bahwa meluasnya permasalahan terkait pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab, disebabkan karena adanya kekosongan pemimpin yang mampu menyerap aspirasi masyarakat," kata politikus PDIP, TB Hasanuddin, kepada wartawan, Minggu (22/11).

Hasanuddin lantas bicara mengenai konteks aspirasi yang dimaksud JK. Menurut TB, aspirasi yang pantas didengar itu harus sesuai dengan pancasila. Jika aspirasi berlawanan dengan pancasila maka pemerintah seharusnya menolak aspirasi itu.

"Perlu digarisbawahi bangsa ini telah menyepakati dasar negara kita adalah Pancasila, yang menjunjung tinggi kebhinekaan, azas kebersamaan dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa," bebernya.

"Tapi kalau aspirasi yang disampaikan tidak sesuai dengan Pancasila dan berlawanan dengan nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa, bukan berarti pemimpin tak mau menyerap aspirasi tapi memang ditolak dan tak ada yang mau menerimanya," imbuh TB.

Selain Hasanuddin, Politikus PDIP lainnya, Hendrawan Supratikno justru menyarankan Habib Rizieq membuat partai politik. Menurut Hendrawan apa yang dikatakan JK sudah tepat yakni Habib Rizieq mengisi kekosongan di sistem demokrasi.

Dia lantas bicara mengenai elektabilitas Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok dengan Habib Rizieq jika masuk di partai politik. Menurutnya, dengan adanya Ahok dan Habib Rizieq di politik Indonesia justru memberi warna demokrasi.

"Namun, argumen Pak JK belum lengkap. Dalam konstelasi demokrasi yang dinilainya semakin monoton dan hegemonik, sosok HRS memang dapat dikemas dan disponsori untuk ditawarkan pada pasar elektoral. Dulu hal yang sama pada Ahok/BTP yang mengisi spektrum sebaliknya, yaitu spektrum 'ekstrem Pancasila/Konstitusi'," jelasnya.

"Jadi akan menarik, bila BTP sudah masuk Parpol, HRS juga disilakan bikin parpol. Pilar demokrasi kita adalah kontestasi parpol dengan segenap ideologi dan perangkat organisasi dan program kerjanya," tambah Hendrawan.


Golkar

Partai Golkar mencocokkan sikap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan pernyataan JK terkait kekosongan kepemimpinan. Menurut Golkar, pernyataan JK itu sama persis dengan yang dialami Jakarta terkait adanya pelanggaran protokol kesehatan.

"Saya tidak tahu apa yang dimaksud dengan 'kekosongan kepemimpinan yang dapat menyerap aspirasi masyarakat secara luas'. Saya tidak tahu apa yang dimaksud dengan apa yang disampaikan beliau yang kami hormati. Jika yang dimaksud dengan hal itu, adalah soal kepemimpinan dalam menjaga ketertiban sosial, dan tegas terhadap pelanggar protokol COVID-19, hal itu sebetulnya kan kewenangan dari pemerintah daerah, yaitu Gubernur DKI Jakarta," kata Ketua DPP Golkar, Ace Hasan Syadzily, kepada wartawan.

Ace menilai Pemprov DKI gagal menegakkan protokol Corona (COVID-19) di Petamburan usai Habib Rizieq menggelar akad nikah putri keempatnya dan acara maulid Nabi Muhammad SAW yang menimbulkan kerumunan di tengah pandemi. Karena itu, Pangdam Jaya turun menertibkan protokol kesehatan tersebut.

"Lagi pula fenomena HRS ini kan terjadi bukan saja di era kepemimpinan Jokowi pada periode yang kedua. Pada kepemimpinan periode yang pertama pun dimana Pak JK menjadi wapres-nya, HRS ini selalu menjadi persoalan. Siapa yang tidak tahu di periode pertama pemerintahan Jokowi-JK demo berjilid-jilid itu terjadi? Apakah itu dinilai sebagai kekosongan kepemimpinan?" ucap Ace.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR itu juga menyoroti saat Habib Rizieq divonis pidana penjara di zaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurut Ace, fenomena HRS ini tidak bisa disebut adanya kekosongan kepemimpinan.

"Bahkan saya kira kemunculan HRS ini bukan hanya di era Presiden Jokowi, tapi juga pada kepemimpinan sebelumnya juga menimbulkan masalah. Salah satunya di era SBY-JK, pernah divonis 1 tahun 6 bulan penjara. Apakah hal itu dianggap sebagai kekosongan kepemimpinan?" katanya.

PPP

Berbeda dengan dua partai politik di atas, PPP menilai kritik JK sebagai kritik konstruktif. Pernyataan JK dianggap kritik membangun agar demokrasi Indonesia lebih baik ke depan.

"Saya kira sebagai sebuah kritikan dari Pak JK sah-sah saja memang, kalau dicerna mungkin ada benarnya. Tetapi tidak semuanya benar. Karena kalau dikatakan pemimpin tidak aspiratif disebut juga anggota DPR tidak aspiratif juga kan menurut Pak Jk. Tapi kan kami yang anggota DPR di fraksi-fraksi saya kira tetap menjadi saluran aspirasi dari masyarakat khususnya di masyarakat daerah pemilihan," ucap Wasekjen PPP Achmad Baidowi kepada wartawan.

Pria yang akrab disapa Awiek ini menilai kritik yang dilontarkan JK adalah kritik membangun. Menurutnya, apa yang disampaikan JK itu semata-mata agar Indonesia lebih baik.

"Kalau kami melihatnya apa yang disampaikan Pak JK sebagai sebuah kritikan yang konstruktif. Tidak perlu dipertimbangkan karena memang masukan, dan kritik konstruktif itu diperlukan untuk sama-sama membangun bangsa, meskipun faktanya apa yang disampaikan Pak JK tak semuanya benar," ucapnya.

Setelah ditanggapi dari berbagai kalangan, Juru Bicara JK, Husain Abdullah pun ikut memberi penjelasan tentang pernyataan JK. Husain mengatakan pernyataan JK itu difokuskan kepada partai politik berbasis Islam terutama.

"Pak JK menjelaskan fungsi parpol dan anggota parlemen dari partai berbasis Islam. Yang dinilainya kurang menangkap dan menjalankan aspirasi umat, sehingga kekosongan ini yang diisi oleh HRS," ujar Husain saat dikonfirmasi, Minggu (22/11/2020).

Menurut Husain, JK di DPP PKS menekankan fungsi dan peran partai politik berbasis Islam untuk mengevaluasi diri. Partai politik dinilai harus menyerap aspirasi agar tidak ada parlemen jalanan.

"Apalagi penjelasan Pak JK konteksnya memang ditujukan ke partai ketika berbicara dalam webinar PKS. Jadi Pak JK menekankan pentingnya parpol-parpol berbasis islam mengevaluasi diri, untuk mengatasi kekosongan ini sehingga tidak terjadi parlemen jalanan," jelasnya.

Halaman 2 dari 3
(zap/ibh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads