Permohonan PK Budi Mulya ditolak Mahkamah Agung (MA). Alhasil, mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa itu tetap dihukum 15 tahun penjara di kasus Bank Century. Apa alasannya?
"Alasan-alasan PK pemohon/terpidana tidak dapat dibenarkan karena putusan kasasi/judex juris sudah tepat dan benar," kata juru bicara Mahkamah Agung (MA) hakim agung Andi Samsan Nganro kepada detikcom, Rabu (18/11/2020).
Putusan itu diketok siang ini oleh ketua majelis Andi Samsan Nganro dengan anggota LL Hutagalung dan Sofyan Sitompul. Menurut MA, pemohon PK/terpidana selaku Deputi Gubernur BI dan Dewan Gubernur lainnya telah mengambil keputusan atau kebijakan menyetujui pemberian FPJP kepada PT Bank Century Tbk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, menurut berbagai keterangan ahli yang meyakinkan bahwa PT. Bank Century tidak memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP.
"Dengan demikian pemberian FPJP kepada PT Bank Century Tbk telah melanggar aturan-aturan yang tertulis, prinsip-prinsip kehati hatian Bank dan kelaziman yang berlaku di Bank Indonesia," ujar Andi Samsan Nganro.
Alasan PK terpidana yang menyatakan dirinya tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana karena hal tersebut merupakan tindakan 'kebijakan', tidak dapat dibenarkan.
"Tindakan yang dilakukan tidak dengan cermat dan tidak dengan iktikad baik, apalagi jika menimbulkan kerugian keuangan negara maka dapat saja dimintai pertanggungjawaban pidana," cetus Andi Samsan Nganro.
Sebagaimana diketahui, Budi Mulya mulai ditahan KPK sejak 2013 dalam kasus Bank Century. Setelah itu, kasus bergulir ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Pada 2014, PN Jakpus menyatakan Budi terbukti terlibat dalam kasus korupsi Bank Century saat menjabat Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter tahun 2007. Budi divonis 10 tahun penjara.
Budi tidak terima dan mengajukan banding. Di penghujung 2014 Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis Budi Mulya menjadi 12 tahun penjara.
Hukuman Budi semakin diperberat di tingkat kasasi. MA mengubah vonis Budi menjadi 15 tahun penjara dan denda senilai Rp 1 miliar. Majelis kasasi yang diketuai Artidjo menyatakan Budi terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(asp/knv)