DPR tengah menggodok revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Draf revisi UU Pemilu berisi 741 pasal dan 6 buku.
"UU ini kita sebut sementara ini judulnya adalah Rancangan tentang Undang-Undang Pemilihan Umum, RUU tentang Pemilu terdiri dari 741 pasal dan 6 buku," kata Ketua Komisi II DPR, di kompleks gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (17/11/2020).
Doli menyebutkan judul enam buku tersebut. Buku-buku itu berisi tentang ketentuan umum hingga sanksi pemilu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yaitu yang pertama buku berisi tentang ketentuan umum, kemudian buku kedua tentang penyelenggara pemilu, buku ketiga tentang penyelenggaraan pemilu, buku keempat tentang pelanggaran pemilu, buku kelima tentang sanksi dan buku keenam adalah tentang ketentuan lain-lainnya," ujar Doli.
Dalam hal ini, Komisi II mengusulkan UU Pemilu dan UU Pilkada dijadikan satu dalam RUU Pemilu ini. Ada dua konsep dalam RUU Pemilu ini yang disebut Doli.
"Secara umum, karena sudah kita masukan menjadi satu rezim jadi dalam rancangan undang-undang ini ada dua konsep pemisahan tentang pelaksanaan pemilu yang kita sebut pemilu nasional dan pemilu daerah," kata Doli.
Apa saja yang akan direvisi dalam UU Pemilu?
Revisi UU Pemilu sebelumnya tengah digodok di Komisi II DPR. Wakil Ketua Komisi II DPR Arwani Thomafi mengatakan pihaknya akan mengakomodasi semua usulan dari 9 fraksi yang ada.
Revisi UU Pemilu akan lebih difokuskan pada isu-isu implementatif. Seperti soal sengketa pemilu hingga soal data pemilih.
"Komisi lebih konsen untuk mendorong fraksi-fraksi membuat rumusan norma terkait isu penting, seperti isu penataan proses sengketa untuk keadilan pemilu, desain dan penataan penyelenggara pemilu, digitalisasi pemilu, pencegahan praktik moral hazard pemilu, model keserentakan pemilu, soal data pemilih, dan isu-isu penting lainnya yang lebih mendasar dan mendorong peningkatan kualitas demokrasi pemilu yang implementatif dengan nilai-nilai Pancasila," kata Arwani kepada wartawan, Senin (31/8).
Menurut Arwani, pembahasan revisi UU Pemilu tidak akan fokus ke pasal-pasal bonggol, seperti soal ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT). Arwani menyebut persoalan PT akan dibahas 'dewa-dewa'.
"Komisi tidak tertarik untuk membahas poin klasik, seperti PT dan kawan-kawannya, yang biasa disebut pasal bonggol dalam pemilu. Itu nanti biar dirembug 'dewa-dewa' aja lah," ujarnya.
"Nanti setelah masuk tahap pembahasan RUU dengan pemerintah, dikerucutkan menjadi satu rumusan norma. Teman-teman Komisi menyadari bahwa mau sampai kapan pun berdebat, keputusan ada di 'dewa' masing-masing parpol (para ketum) dengan Presiden. Dan itu nanti akan ketemu di tahap pembahasan RUU," lanjut Arwani.