Komisi II DPR mengusulkan Pemilu dan Pilkada diatur dalam satu undang-undang (UU). Alasannya adalah penyederhanaan sistem pemilihan.
"Tujuan dari pada perubahan RUU Pemilu ini secara rinci, itu bisa kita jelaskan pertama adalah bahwa UU ini kita harapkan bisa menyederhanakan sistem pemilihan anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, juga pemilihan presiden, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, dan wali kota, wakil wali kota," ujar Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia, Senin (16/11/2020).
Hal tersebut disampaikan Doli dalam rapat harmonisasi Revisi UU Pemilu di Badan Legislasi (Baleg) DPR di kompleks parlemen, Jakarta. Doli ingin Revisi UU Pemilu yang diajukan ke Baleg ini dapat mengatur Pemilu dan Pilkada dalam satu UU. RUU Pemilu diharapkan dapat mengatur Pilpres hingga Pilkada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berkaca dari teori-teori yang kita kembangkan selama ini, maka kita memutuskan sebaiknya masalah kepemiluan di Indonesia itu harus cuma terdiri dari 1 rezim dan ada 1 UU, namanya UU Pemilu yang juga terdiri dari pemilu legislatif, pemilu presiden, dan pemilu kepala daerah," kata Doli.
Politikus Golkar ini menjelaskan bahwa kerap ada tumpang-tindih pada UU Pilkada dan UU Pemilu saat ini. Doli menjelaskan saat ini Indonesia menganut sistem presidensial. Melalui Revisi UU Pemilu ini, Doli menyampaikan ingin memperkuat sistem pemerintahan presiden.
"UU ini adalah UU yang sekarang di dalam drafnya itu ada proses penyatuan rezim Pemilu. Jadi kalau selama ini kita bicara karakter pemilu di Indonesia, itu terdiri dari ada dua rezim, satu rezim pemilu, yang terdiri pemilu legislatif dan pemilihan presiden. Yang kedua adalah rezim pemilihan kepala daerah," sebut Doli.
"Kita menilai bahwa di antara 2 UU ini atau 2 rezim ini ada beberapa pasal atau ketentuan yang sama dan akhirnya terjadi redundant atau overlapping," tambahnya.
Tonton juga video 'Komisioner KPU Desak Pembuatan UU Pemilu Dipercepat':
Sebenarnya, apa saja yang akan direvisi dalam UU Pemilu?
Revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebelumnya tengah digodok di Komisi II DPR. Wakil Ketua Komisi II DPR Arwani Thomafi mengatakan pihaknya akan mengakomodasi semua usulan dari 9 fraksi yang ada.
Revisi UU Pemilu akan lebih difokuskan pada isu-isu implementatif. Seperti soal sengketa pemilu hingga soal data pemilih.
"Komisi lebih concern untuk mendorong fraksi-fraksi membuat rumusan norma terkait isu penting, seperti isu penataan proses sengketa untuk keadilan pemilu, desain dan penataan penyelenggara pemilu, digitalisasi pemilu, pencegahan praktik moral hazard pemilu, model keserentakan pemilu, soal data pemilih, dan isu-isu penting lainnya yang lebih mendasar dan mendorong peningkatan kualitas demokrasi pemilu yang implementatif dengan nilai-nilai Pancasila," kata Arwani kepada wartawan, Senin (31/8).
Menurut Arwani, pembahasan revisi UU Pemilu tidak akan fokus ke pasal-pasal bonggol, seperti soal ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT). Arwani menyebut persoalan PT akan dibahas 'dewa-dewa'.
"Komisi tidak tertarik untuk membahas poin klasik, seperti PT dan kawan-kawannya, yang biasa disebut pasal bonggol dalam pemilu. Itu nanti biar dirembuk 'dewa-dewa' ajalah," ujarnya.
"Nanti setelah masuk tahap pembahasan RUU dengan pemerintah, dikerucutkan menjadi satu rumusan norma. Teman-teman Komisi menyadari bahwa mau sampai kapan pun berdebat, keputusan ada di 'dewa' masing-masing parpol (para ketum) dengan Presiden. Dan itu nanti akan ketemu di tahap pembahasan RUU," lanjut Arwani.