Komisi II DPR RI sedang membahas revisi UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, salah satunya akan membahas wacana adanya peradilan khusus pemilu. Komisi II memaparkan sejumlah alasan mengapa peradilan khusus pemilu dibutuhkan, salah satunya agar tidak ada kewenangan berlebih di satu lembaga.
"Jadi ini sudah menjadi wacana yang lama, mungkin juga untuk Pemilu 2009 tentang terkait peradilan khusus pemilu ini sudah menjadi wacana, sudah menjadi bahasan. Untuk pemilu yang akan datang tentu ini juga harus menjadi salah satu isu yang konsen untuk kita masukkan penting untuk kita masukkan dalam draf RUU pemilu yang akan dibahas di DPR," kata Wakil Ketua Komisi II Saan Mustopa, dalam diskusi virtual bertajuk "menakar urgensi pengadilan khusus pemilu", Minggu (2/8/2020).
Saan mengatakan ada sejumlah alasan mengapa perlu pembentukan pengadilan khusus pemilu. Pertama, agar tidak ada kewenangan berlebih di satu lembaga misalnya Bawaslu yang dianggap memiliki kewenangan dari mulai melakukan pengawasan pelanggaran pidana pemilu hingga penindakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kewenangan yang menumpuk di satu lembaga ini harus coba kita diskusikan plus minus nya. Tapi bagi saya secara pribadi ketika kewenangan itu menumpuk di satu lembaga dari hulu sampai hilir terutama dari proses pengawasan terus juga penindakan, pelanggaran, sampai ajudikasi ini ini apa dampak sisi negatif mungkin jauh bisa dalam konteks pemilu ke depan, tadi dalam soal keadilan pemilu yang ingin coba kita dapatkan," kata Saan.
Alasan kedua mengapa perlu ada pengadilan khusus pemilu karena dianggap bisa mempercepat proses sengketa pemilu yang ada di Mahkamah Konstitusi. Menurutnya pada pemilu serentak dikhawatirkan akan ada banyak perkara perselisihan sengketa pemilu di MK sehingga, dengan 9 hakim konstitusi dikhawatirkan menjadi lebih berat.
"Apalagi sekarang apa wacana 2009 yang lalu dan mungkin juga akan berlanjut di 2024 pilpres, DPR RI, DPD, DPRD provinsi kabupaten kota itu tetap diserentakan. Dengan sumber daya yanv terbatas dan dengan banyaknya kasus yang masuk dari semua tingkatan ini juga beban kerja Mahkamah Konstitusi juga menjadi lebih berat lagi dengan 9 hakim ada," ujarnya.
Alasan selanjutnya mengapa perlu pengadilan khusus pemilu menurutnya untuk mencegah tumpang tindih keputusan. Ia mencontohkan sudah ada perkara yang diputus di suatu pengadilan tetapi ada pula gugatan yang sama masih belum putus di pengadilan lain.
"Ketiga itu juga terkait dengan soal tumpang tindihnya keputusan jadi kita bisa bayangkan banyak kasus misalnya yang terakhir aja kasus uji materi di MA misalnya terkait dengan apa PKPU terkait dengan macam-macam. Bahkan ketika ada perselisihan hasil Pemilu yang sebenarnya sudah putus, tapi kan sisi sisi lain yang masih tercecer masih ada," katanya.
Saan mengatakan nantinya pengadilan khusus pemilu itu akan berada di bawah Mahkamah Agung. Pihaknya juga akan mengkomunikasikan dengan MA dan MK terkait wacana tersebut, sebab menurutnya di bawah MA ada pengadilan lainnya yang di tiap provinsi juga ada sehingga pemohon tidak perlu ke kantor MK untuk menggugat terkait pemilu.
"Jadi untuk memudahkan mereka kalau sekarang ada sengketa hasil misalnya atau sengketa semua masuk ke Jakarta, dari berbagai provinsi dengan segala konsekuensi yang mereka harus tanggung, dan itu. Jadi masuk semua ke Jakarta. Nanti kalau misalnya ada peradilan khusus pemilu ini kan bisa terdistribusi setiap ibukota provinsi," ujarnya.
"Sehingga perkara pun bisa menjadi lebih lebih cepat. Hal-hal seperti ini ini yang menjadi salah satu menurut saya hal yang penting tadi untuk bisa mencapai terkait dengan berbagai hal," ungkapnya.
Sementara itu Komisioner KPU Hasyim Asyari meminta agar ada penjelasan mengenai wewenang dari pengadilan khusus pemilu. Serta harus ada penjelasan hukum acara mengenai pengadilan khusus pemilu.
"Jadi menurut saya yang pertama harus dikualifikasi apa itu peradilan pemilu, ruang lingkup kompetensi atau wewenangnya apa. Kalau pun jadi dibentuk lembaga peradilan itu menginduk kepada siapa. Kalau mba Titi menyebut ini sengketa publik maka itu PTUN, menginduk ke MA," kata Hasyim.
"Kalau mau dibentuk peradilan khusus yang menginduk ke MA misalkan itu pun sampai di level apa bagaimana hukum acaranya, bagaimana kualifikasi hakimnya dst, selama ini yang terjadi lembaganya PTUN kemudian ada kualifikasi hukum acara khusus waktunya dibatasi, kemudian ada hakim khusus yang dikhususkan menangani perkara pemilu," ungkapnya.
(yld/imk)