Machmud Rumagesan Sadarkan Tentara Belanda Asli Papua untuk Berontak

Pahlawan Papua Barat

Machmud Rumagesan Sadarkan Tentara Belanda Asli Papua untuk Berontak

Danu Damarjati - detikNews
Sabtu, 14 Nov 2020 12:01 WIB
PVK (Korps Sukarelawan Papua) mengambil bagian dalam pawai tradisional untuk pertama kalinya dalam sejarah, 30 April 1962. Ada Gubernur Nieuw Guinea Belanda, dr Platteel. (Kantoor voor Voorlichting en Radio Omroep Nieuw-Guinea)
Ilustrasi: PVK (Korps Sukarelawan Papua), 30 April 1962. Ada Gubernur Nieuw Guinea Belanda, dr Platteel. (Kantoor voor Voorlichting en Radio Omroep Nieuw-Guinea)
Jakarta -

Negara menganugerahkan gelar pahlawan nasional untuk Machmud Singgirei Rumagesan. Raja dari Papua Barat itu dikenal sebagai agitator ulung.

"Keberhasilan Rumagesan menghasut para pemuda Papua yang menjadi tentara Belanda untuk menentang pemerintah kolonial membuktikan betapa lihai beliau dalam memengaruhi orang lain," tulis Rosmaida Sinaga dan Abdul Syukur dalam bukunya.

Rosmaida dan Abdul Syukur menuangkan sejarah Machmud Rumagesan dalam buku karya mereka yang bertajuk, 'Machmud Singgirei Rumagesan: Pejuang Integrasi Papua', terbitan Ruas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Machmud Singgirei Rumagesan (Sumber: Buku Rosmaida Sinada dan Abdul Syukur)Machmud Singgirei Rumagesan (Sumber: Buku Rosmaida Sinada dan Abdul Syukur)

Sejak dipenjara di Sorong pada 1946, Machmud Rumagesan sudah menularkan ide-ide anti-penjajahan kepada sesama penghuni bui. Bila saja tidak terendus Belanda, Rumagesan dan kawan-kawan menggerakkan pemberontakan berbekal 40 pucuk senapan. Dia kemudian dipindahkan ke penjara Manokwari.

ADVERTISEMENT

Sebelumnya, Rumagesan berhasil menyadarkan orang-orang sipil Papua supaya terbangun, lepas dari penjajahan. Saat di penjara Manokwari, bukan orang sipil yang dia bangunkan kesadaran kemerdekaannya, namun tentara Belanda yang asli Papua juga bisa dia sadarkan.

"Setelah Rumagesan ditempatkan di penjara Manokwari, beliau berhasil memengaruhi dan menghasut para pemudan Irian (Papua) yang menjadi tentara Belanda. Beliau menanamkan cita-cita kemerdekaan dan cinta tanah air di dalam sanubari para pemuda Papua. Rumagesan juga berhasil menyadarkan para pemuda itu tentang pentingnya kemerdekaan bangsa dan negara," tulis Rosmaida dan Abdul Syukur.

Tentara Belanda asli Papua yang dia sadarkan adalah Hawai, Kawab, dan Nihkawi. Tiga pemuda itu rela keluar dari korpsnya dengan melepas seragam hijaunya. Bersama Rumagesan, mereka hendak membakar penjara Manokwari. Sayang, aksi mereka cepat terdeteksi Belanda. Rumagesan dipindahkan ke Hollandia (sekarang: Jayapura), kota yang jauh dari Manokwari, apalagi dari Kerajaan Sekar di Fakfak, tempat Rumagesan bertakhta.

Dasar Rumagesan ini memang raja, kharismanya tetap moncer di mana saja. Buktinya, di penjara Hollandia, dia diangkat menjadi ketua para tahanan. Di tempat yang baru ini, dia lagi-lagi mengajak para narapidana untuk memberontak.

"Jika kamu telah keluar dari tempat ini kelak, sampaikan kepada teman seperjuangan yang cinta akan kemerdekaan agar tetap awas dan waspada. Lawan terus Belanda, walaupun engkau akan musnah karenanya. Berjuang terus sampai kita merdeka bersama-sama dengan Indonesia," demikian kata Rumagesan.

Rumagesan memang pandai berbicara dan mempersuasi orang banyak kala itu. Belanda sadar, Rumagesan terlalu berbahaya bila dibiarkan bergaul dengan tahanan lain. Akhirnya Rumagesan diisolasi setengah tahun.

Selanjutnya, Rumagesan divonis mati lewat putusan persidangan 2 Mei 1949 Nomor 125/1949. Ada yang menggelitik dalam putusan itu. Vonis menggunakan bahasa yang terbalik, entah karena salah menerjemahkan dari bahasa Belanda ke Melayu Papua atau memang karena salah tulis dan salah baca. Yang jelas, sang hakim membacakan putusan pengadilan bahwa Machmud Rumagesan dijatuhi hukuman 'mati tembak'. Ya benar, dihukum 'mati tembak'. Istilah yang aneh.

"Keputusan Bapak hakim saya terima, Bapak hakim harus menunggu saya sampai mati (meninggal) baru saya bisa ditembak karena dalam keputusan pengadilan disebutkan bahwa saya dijatuhi hukuman mati tembak, jadi saya mati dulu baru ditembak," kata Rumagesan menanggapi vonis itu.

Dalam penjara dan luar penjara bergejolak mendengar kabar vonis mati untuk Rumagesan. Pengacara dari Surabaya datang membela Rumagesan. Akhirnya keputusan hukuman mati berubah menjadi hukuman seumur hidup pada 5 Desember 1949. Namun Rumagesan dipindahkan ke penjara yang sangat jauh, yakni di Makassar, Sulawesi Selatan.

Singkat cerita, Konferensi Meja Bundar (KMB) mengubah konstelasi politik. Rumagesan dibebaskan dari penjara di Makassar. Dia kemudian menemui Presiden Sukarno di Jakarta.

Machmud Singgirei Rumagesan (Sumber: Buku Rosmaida Sinada dan Abdul Syukur)Machmud Singgirei Rumagesan (Sumber: Buku Rosmaida Sinada dan Abdul Syukur)

"Maka pada 24 Juni 1950, AB Karubuy mengantarkan Rumagesan menghadap Presiden Sukarno di Istana Negara, Jakarta. Saat pertemuan, Rumagesan menyampiakan terima kasih kepada Presiden Sukarno atas pembebasan itu dan membawa suara rakyat Irian Barat serta raja-rajanya agar pemerintah segera mewujudkan kesatuan negara Indonesia dari Sabang sampai Merauke," tulis Rosmaida dan Abdul Syukur dalam bukunya.

Halaman 2 dari 2
(dnu/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads