OTT bagi KPK Sekarang Bak Operasi Zebra dan Tak Bikin Senang

Round-Up

OTT bagi KPK Sekarang Bak Operasi Zebra dan Tak Bikin Senang

Tim detikcom - detikNews
Jumat, 13 Nov 2020 11:17 WIB
Ilustrasi OTT KPK
Ilustrasi terkait dengan OTT KPK (Mindra Purnomo/detikcom)
Jakarta -

Operasi tangkap tangan (OTT) sangat lekat dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun sudah beberapa bulan ini gaung OTT tak terdengar kabarnya.

Usut punya usut, pimpinan KPK saat ini memiliki pandangan berbeda tentang OTT. Memangnya apa bedanya?

Sebelum beranjak pada sikap pimpinan KPK, mari disimak kapan terakhir kali publik dikejutkan oleh OTT. Dari catatan detikcom, KPK melakukan OTT pada 2 Juli 2020. Saat itu Ismunandar dicokok KPK dalam jabatannya sebagai Bupati Kutai Timur.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ismunandar diringkus bersama istrinya bernama Encek UR Firgasih. Selain itu, Kepala Bapenda Kutai Timur Musyaffa juga dibekuk bersama mereka.

KPK menduga Ismunandar menerima suap terkait proyek infrastruktur di Kutai Timur tahun 2019-2020. KPK menduga ada sejumlah penerimaan uang dari kontraktor Aditya Maharani untuk Ismunandar. Ada juga dugaan Ismunandar menerima uang THR untuk keperluan kampanyenya pada Pilkada 2020.

ADVERTISEMENT

Dalam OTT 2 Juli itu, KPK juga mengamankan uang Rp 170 juta dan beberapa tabungan dengan total saldo sekitar Rp 4,8 miliar. Kabar terakhir, berkas perkaranya sudah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum untuk kemudian didaftarkan pengadilan.

Setelahnya, tidak ada lagi kabar KPK melakukan OTT. Lantas pada Selasa, 10 November lalu, Ketua KPK Firli Bahuri berbicara soal OTT.

Lihat juga video 'Tersangka Baru Mafia Anggaran, KPK Tahan Eks Anggota DPR F-PPP Irgan':

[Gambas:Video 20detik]



Apa kata Firli?

Firli menjadi pembicara dalam Webinar Nasional Pilkada Berintegritas 2020 yang disiarkan kanal YouTube KPK pada Selasa (10/11/2020). Webinar itu diikuti para calon kepala daerah yang akan berlaga pada pilkada serentak 2020.

Di hadapan para calon kepala daerah itu Firli menilai menangkap koruptor tak akan menghentikan orang untuk tidak melakukan korupsi. Bahkan, menurutnya, tak akan bisa memberantas korupsi.

Ketua KPK Firli Bahuri mendatangi gedung DPR. Firli mengaku akan bertemu dengan pimpinan DPR.Ketua KPK Firli Bahuri (Lamhot Aritonang/detikcom)

"Kami tidak ingin hanya melakukan penangkapan karena penangkapan itu tidak pernah menghentikan orang untuk melakukan korupsi atau tidak pernah memberantas atau menghentikan orang supaya tidak korupsi," ujar Firli.

Firli menyebut OTT itu seperti Operasi Zebra yang digelar aparat kepolisian. Apa maksudnya?

"Kalau ibaratkan Operasi Zebra yang dilaksanakan kepolisian, Pak, misal anggap saja di depan ini ada Jalan Raya Diponegoro, operasi polisi, apakah akan menghentikan orang melanggar? Tidak," kata Firli.

"Dia akan menghindar dari Jalan Diponegoro, muter dulu dia supaya tidak tertangkap. Itu juga terjadi dalam korupsi," imbuhnya.

Lantas, bagaimana kerja KPK saat ini untuk pemberantasan korupsi?

Menurut Firli, ada tiga pendekatan yang dilakukan KPK saat ini, yaitu pendidikan, pencegahan, dan penindakan. Prioritas Firli sesuai dengan urutan tersebut.

"Kita melakukan pendekatan pendidikan masyarakat supaya orang timbul perubahan perilaku sikap supaya tidak ingin melakukan korupsi, ini Pak. Pendekatan pertama kita yang kita sebut dengan education approach, kita buat ini, Pak, kita sentuh individunya, kita sentuh alam pikirnya, kita sentuh hatinya supaya tidak ingin melakukan korupsi," papar Firli.

"Begitu juga supaya orang tidak ingin menyerahkan uang untuk korupsi, kalau sama-sama tidak ingin, kan nggak ada korupsi," sambung dia.

Malah saat ini KPK mengaku tidak senang dengan OTT. Kenapa?

Adalah Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang giliran berbicara pada pembekalan para calon kepala daerah itu tetapi di lain hari, yaitu Kamis, 12 November 2020. Saat itu Ghufron memberi wejangan kepada para calon pemimpin daerah itu untuk amanah bila kelak terpilih.

"KPK senang Anda semua terpilih jadi pemimpin-pemimpin daerah kemudian amanah, KPK santai, KPK bahagia," kata Ghufron.

"KPK tidak senang kalau kemudian banyak tangkapan. Karena itu, KPK nangis, Pak, kalau kemudian ada pilkada kemudian melahirkan pemimpin yang nggak bener," imbuhnya.

Ghufron turut mengingatkan dampak korupsi yang tidak hanya merugikan diri sendiri. Ghufron menekankan korupsi akan sangat berdampak juga pada keluarga.

Komisi III DPR hari ini memulai uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) bagi calon pimpinan KPK. Salah satu yang diuji adalah Nurul Ghufron.Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (Foto: Agung Pambudhy/detikcom)

"Risikonya adalah bukan hanya diri Anda, Pak, bukan risiko koruptor maksudnya, tapi juga keluarga dan anak-anaknya," katanya.

"Oleh karena itu, sekali lagi KPK ingin bersama-sama semuanya, ingin mengantarkan, tidak akan kemudian mendorong jatuh, KPK itu tidak senang angka tangkapannya banyak, kemudian harta yang dirampas banyak, dipenjara lama, tidak senang Pak," imbuh Ghufron.

Selain itu, dia mewanti-wanti para calon kepala daerah untuk mengubah persepsi mengikuti kontestasi pilkada bukan untuk mencari uang. Ghufron menyebut jika ada yang ingin masih bermewah-mewahan lebih baik jadi selebritas saja.

"Kalau sudah mikir-nya mikir modal, ini bukan pejabat publik, ini pedagang. Kalau pedagang, jangan duduk sebagai pejabat publik. Kalau pejabat publik, jangan duduk sebagai pedagang," ujarnya.

"Kalau masih bersenang-senang, bermewah-mewahan, ya sudah jadi selebriti, jadi pengusaha, nggak masalah. LHKPN dan lain-lain ini karena Anda pejabat. Kalau Anda bukan pejabat, nggak perlu ber-LHKPN-an, Anda mendapat sumbangan, dapat macam-macam nggak ada masalah, nggak perlu dilaporkan gratifikasi, dianggap suap," imbuh Ghufron.

Pandangan Pimpinan KPK soal OTT Disentil

Persepsi pimpinan KPK saat ini mengenai OTT pun menuai kritik. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti pernyataan Firli yang menempatkan penindakan setelah pendidikan dan pencegahan korupsi.

"Meletakkan penindakan pada gradasi ke tiga dari fokus kerja KPK telah menunjukkan bahwa Firli Bahuri tidak memahami bagaimana menjalankan roda pemberantasan korupsi yang ideal," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana.

Kurnia juga mengatakan penyataan Firli itu semakin menegaskan jika KPK tak lagi jadi lembaga yang ditakuti para koruptor. Padahal, menurut Kurnia, pelaksanaan tugas KPK dalam pemberantasan korupsi harus beriringan antara penindakan, pencegahan hingga supervisi.

"Semestinya seluruh tugas yang tertera dalam Pasal 6 UU KPK dapat berjalan beriringan, tanpa menegasikan satu dengan yang lain, mulai penindakan, pencegahan, koordinasi, supervisi, sampai pada monitoring penyelenggaraan negara," ujarnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads