Pengadilan Tinggi (PT) Padang menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara kepada mantan Dirut RSUD Rasidin, dr A. Putusan itu didasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Matrik Pemidanaan Kasus Korupsi.
Hal itu tertuang dalam Putusan PT Padang yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Kamis (12/11/2020). Kasus bermula saat RSUD dr Rasidin mengajukan alokasi anggaran alat kesehatan hingga ambulans ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebesar Rp 110 miliar pada 2012.
Usulan itu ditindaklanjuti dengan menurunkan anggaran melalui Pemkot Padang. Kemudian dibuatlah panitia lelang yang diikuti sejumlah perusahaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ternyata dalam proses lelang itu, terjadi patgulipat sehingga berbuntut panjang. Para pihak yang diduga terlibat akhirnya dimintai pertanggungjawaban di depan hukum, termasuk dr A.
Pada 29 Juli 2020, Pengadilan Negeri (PN) Padang menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara kepda dr A. Selain itu, dr A juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan. dr A juga diwajibkan mengembalikan uang yang dikorupsinya sebesar Rp 136 juta.
Atas hal itu, dr A tidak terima dan mengajukan banding. Tapi apa kata majelis tinggi?
"Memperbaiki Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang dimintakan banding sekedar mengenai jumlah pidana pokok denda. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwadr dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp 300 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," ujar majelis.
dr A juga tetap diwajibkan mengembalikan uang dikorupsinya sebesar Rp 136 juta. Uang itu dibayarkan ke negara paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan ini berkekuatan hukum tetap. Jika tidak membayar maka harta benda dr A disita dan dilelang oleh Jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka dipidana dengan pidana penjara selama 1 tahun.
Pertimbangan majelis hakim atas hukuman dr A. Selengkapnya di halaman berikut.
Majelis mempertimbangkan juga Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu Kategori Kerugian Keuangan Negara atau Perekonomian Negera. Yaitu:
1. Kategori Kerugian Keuangan Negara
Kerugian negara sebesar Rp 5 miliar, maka masuk kategori kerugian negara sedang.
2. Tingkat Kesalahan
Terdakwa dr A selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) (KPA) atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) memiliki peran yang signifikan dalam terjadinya tindak pidana korupsi, baik dilakukan sendiri maupun bersama-sama. Sehingga dalam perkara ini telah melakukan tingkat kesalahan dengan kategori aspek kesalahan sedang.
3. Aspek Dampak
Aspek dampak yang ditimbulkan oleh perbuatan Terdakwa dalam perkara Tindak Pidana Korupsi ini adalah mengakibatkan dampak dalam skala wilayah kabupaten/kota, yang merupakan kategori aspek dampak rendah.
4. Aspek Keuntungan
Jumlah uang negara yang dipergunakan dan dinikmati oleh Terdakwa sejumlah Rp 136,5 juta adalah kurang dari 10% (sepuluh) persen dari kerugian keuangan negara. Maka majelis banding berpendapat nilai tersebut kurang dari 10% (sepuluh persen) dari jumlah nilai kerugian negara Terdakwa sehingga aspek keuntungan perbuatan Terdakwa dalam perkara tindak pidana korupsi ini adalah termasuk dalam dikategorikan aspek keuntungan terdakwa rendah.
"Menimbang, bahwa oleh karena Aspek Kesalahan, Dampak dan Keuntungan, lebih banyak kategori rendah, maka Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Terdakwa dalam perkara ini adalah aspek kategori rendah," ujar majelis.
dr A mengajukan kasasi atas putusan tersebut. Dengan demikian putusan PN Padang cq PT Padang belum berkekuatan hukum tetap.