Mantan Sekretaris Pribadi Irjen Napoleon Bonaparte, Dwi Jayanti Putri, mengubah keterangannya saat rekonstruksi perkara terkait kasus suap Irjen Napoleon Bonaparte dalam persidangan. Kenapa diubah?
"Mohon izin kegiatan rekonstruksi kemarin tidak sesuai dengan keterangan saya pada hari ini," kata Dwi Jayanti sebelum majelis hakim menyudahi pemeriksaan saksi hari ini dalam sidang di PN Tipikor Jakarta, Selasa (9/11/2020).
Alasan Dwi mengubah keterangannya karena dia telah memeriksa semua rekaman kamera CCTV yang ada. Menurutnya, ada yang salah pada keterangan dia sebelumnya dan saat rekonstruksi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena pada saat itu apa yang kami jalankan pada saat rekon adalah patokannya semua pada CCTV lobi TNCC lantai 1, jadi semua yang ada terekam di CCTV ini kami kira bahwa semuanya bertemu dengan Pak Napo, padahal setelah kami ingat-ingat lagi tidak semua setiap kedatangan terdakwa itu bertemu Pak Napoleon," jelas Dwi.
Menurut Dwi, saat rekonstruksi dia hanya memperagakan bagaimana SOP dan keseharian sebagai Sespri. Dan tidak sesuai dengan fakta yang ada.
"Mohon izin Bapak, setiap yang kami praktikkan direkonstruksi merupakan protokoler atau kebiasaan kami setiap menerima tamu. Jadi posisi Pak Frans di depan pintu, saya selalu di depan komputer dan Pak Frans yang masuk ke dalam untuk melaporkan. Jadi semua rekonstruksi dari tanggal pertama sampai akhir hanya seperti itu," jelas Dwi
"Jadi bukan berdasarkan fakta?" tanya jaksa.
"Siap betul," tegas Dwi.
Dwi memastikan pada 29 April 2020 itu Irjen Napoleon tidak bertemu dengan Tommy Sumardi. Dia meyakini itu karena dia seharian bersama Napoleon yang saat itu sedang ada agenda di Divtik Polri.
"Saat saya ada kesempatan untuk pada saat itu membuka kegiatan saya, saya sempat memastikan itu hanya di tanggal 29 April ketika saya bertemu dengan Pak Kadiv TIK. Selebihnya setelah itu HP saya disita. Jadi saya belum bisa memeriksa lagi, memastikan di tanggal-tanggal lain kenapa tidak bertemu," ungkapnya.
Tommy Sumardi pun menanggapi perubahan keterangan Dwi. Tommy Sumardi tetap meyakini dia melakukan pertemuan dengan Irjen Napoleon.
"Tanggal 29 itu sebenarnya saya bertemu dengan Bapak Napoleon Bonaparte walau beliau rapat. Memang beliau tuh rapat di atas, tapi saya kasih tau sama sekretarisnya bahwa saya ada penting mau ketemu beliau. Maka beliau samperin saya dulu di kantor, beliau rapat lagi," ucap Tommy Sumardi.
Dwi Jayanti pun tetap pada keterangannya. Menurutnya, Irjen Napoleon tidak mengadakan pertemuan dengan siapa pun, kecuali Kadivtik Polri.
"Siap, saya pastikan tidak pernah keluar dari ruang KadivTIK tanggal 29 April 2020," tegas Dwi.
"Patokan saya CCTV yang ada di bawah. Sesuai CCTV saya memang datang ke sana dan ketemu beliau. Kalau mereka menyangkal tidak masalah, makanya pulang itu saya kan naik bawa plastik, pulang nggak bawa plastik, artinya sudah saya serahkan itu," jawab Tommy.
Sespri Pastikan Napoloen Tak Terima Surat Permohonan Red Notice Djoko Tjandra
Di sidang ini, jaksa penuntut umum juga mengkonfirmasi terkait penerimaan surat permohonan red notice istri Djoko Tjandra, Anna Boentaran. Sespri menyebut Napoleon tidak pernah menerima surat dari Anna Boentaran.
"Ada surat dari istri Djoko Tjandra bernama Anna Boentaran yang ditujukan ke Bapak Napoleon Bonaparte selaku Kadivhubinter. Ini surat masuk ke Kadivhubinter, saudara menjelaskan ada surat masuk biasanya mekanisme melalui S Sespri. Apa saudara pernah memasukkan atau surat masuk ke ruang Kadivhubinter surat ini?" tanya jaksa.
"Saya pastikan tidak," kata Dwi.
Jaksa kemudian mengkonfirmasi soal balasan Divhubinter pada surat Anna Boentaran. Namun lagi-lagi Dwi membantah itu.
"Saudara tahu nggak surat ini sudah dibalas di Hubinter? Bahwa memang ini kaitan dengan permohonan pencabutan Interpol red notice atas nama Djoko Tjandra?" kata jaksa.
"Siap. Saya tidak.. karena yang kami lihat surat-surat yang ditandatangani langsung oleh Bapak Napoleon," tutur Dwi.
Di sidang ini, yang duduk sebagai terdakwa adalah Tommy, yang didakwa menjadi perantara suap ke dua jenderal Polri. Dua jenderal itu adalah Irjen Napoleon Bonaparte, yang saat itu menjabat Kadivhubinter Polri, dan Brigjen Prasetijo Utomo, yang saat itu menjabat Kepala Biro Kordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri.