Terpidana kasus merintangi penyidikan KPK, Fredrich Yunadi, kini menggugat mantan kliennya, Setya Novanto (Setnov). Saat membela Novanto, sepak terjang Fredrich penuh kontroversi, diwarnai drama benjol sebesar bakpao.
Sebagaimana diketahui, pada 2017, nama Fredrich Yunadi menjadi perbincangan publik. Fredrich membela habis-habisan Setya Novanto, yang terjerat kasus korupsi megaproyek e-KTP. Namun kini Fedrich justru menggugat mantan kliennya itu.
Begini sepak terjang Fredrich dari kasus merintangi penyidikan KPK hingga menggugat Setya Novanto seperti dirangkum detikcom, Jumat (3/11/2020):
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
17 November 2017
Tim KPK mendapatkan kabar bahwa Novanto akan memenuhi panggilan di KPK. Tiba-tiba pada malam harinya, Novanto dikabarkan mengalami kecelakaan.
Mobil yang ditumpangi Novanto menabrak tiang lampu. Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu pun dilarikan ke rumah sakit yang tak lain adalah RS Medika Permata Hijau. Saat itu Fredrich menyebut kliennya mengalami luka parah, ada benjolan sebesar bakpao di kepala Novanto.
"Benjol besar kepalanya. Tangannya berdarah semua. Benjol seperti bakpao," kata Fredrich.
Banyak kejanggalan di kasus kecelakaan itu sehingga KPK menyelidikinya.
13 Januari 2018
Fredrich ditahan KPK.
9 Februari 2018
Fredrich duduk di kursi pesakitan.
31 Mei 2018
Fredrich dituntut 12 tahun penjara. KPK menyebut kesalahan Fredrich adalah:
1. Fredrich membuat rencana Setya Novanto dirawat di rumah sakit agar tidak bisa diperiksa dalam kasus proyek e-KTP oleh penyidik KPK. Fredrich menghubungi dokter Bimanesh Sutarjo karena kliennya ingin dirawat di RS Medika Permata Hijau.
2. Fredrich meminta Bimanesh mengubah diagnosis hipertensi menjadi kecelakaan. Padahal Setya Novanto sebelumnya berada di gedung DPR dan kawasan Bogor.
Hal itu diakui dalam kesaksian dokter Bimanesh Sutarjo. Ia mengaku awalnya dihubungi Fredrich Yunadi untuk merawat Setya Novanto dengan diagnosis hipertensi. Namun tiba-tiba Bimanesh mengaku diminta Fredrich mengganti skenario, yaitu Novanto mengalami kecelakaan.
"Saya sedang tidur, terbangun dering telepon terdakwa, sore pukul 17.50 WIB ditelepon, (Fredrich bilang) 'Dok, skenario kecelakaan'," ucap Bimanesh.
28 Juni 2018
Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara kepada Fredrich.
10 Oktober 2018
Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menguatkan vonis 7 tahun penjara ke Fredrich.
Silakan klik halaman selanjutnya.
21 Maret 2019
MA menambah hukuman Fredrich selama 6 bulan penjara. Total, ia harus menghuni penjara selama 7,5 tahun. Duduk sebagai ketua majelis, hakim agung Salman Luthan, dengan anggota hakim agung Prof Dr Krisna Harahap dan hakim agung Syamsul Rakan Chaniago.
23 Oktober 2020
Fredrich Yunadi mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Inti dari isi PK adalah meminta agar dia dibebaskan dari penjara.
6 November 2020
Fredrich Yunadi menggugat Setya Novanto ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia menggugat Novanto terkait biaya jasa hukum.
Dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (SIPP PN Jaksel), Jumat (6/11/2020), perkara ini mengantongi nomor perkara 264/Pdt.G/2020/PN JKT.SEL tertanggal 20 Maret 2020.
Dilihat di petitum, Fredrich menggugat Novanto terkait fee jasa kuasa hukum. Dia mencantumkan ada kerugian materiil dan imateriil di petitumnya yang nilainya mencapai triliunan rupiah.
"Menyatakan perbuatan tergugat I dan tergugat II yang tidak membayar seluruh biaya jasa kuasa hukum kepada penggugat merupakan perbuatan wanprestasi," bunyi salah satu petitum Fredrich.
Di SIPP PN Jaksel tertulis pihak penggugat adalah Fredrich. Sedangkan pihak tergugat adalah Novanto sebagai tergugat I dan Deisti Astriani sebagai tergugat II.