KPK menanggapi pihak yang meminta agar penanganan perkara korupsi Djoko Tjandra diambil alih setelah terbitnya Perpres Supervisi. Namun KPK menyebut pengambilalihan penanganan suatu kasus itu tentu tak bisa sembarangan.
"KPK memahami harapan ICW soal ambil alih kasus yang diduga melibatkan DST (Djoko Soegiarto Tjandra) dkk tersebut. Namun perlu juga kami sampaikan bahwa pengambilalihan kasus tentu ada mekanisme proses dan aturan main yang telah ditegaskan dalam UU KPK, di antaranya ada beberapa syarat ketentuan Pasal 10 A UU," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (3/11/2020).
Ali menyebut supervisi ini di UU KPK juga sudah diatur dengan jelas bahwa hal itu merupakan salah satu tugas pokok KPK, di samping tupoksi lainnya. Hal itu diatur dalam Pasal 6 UU KPK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam perpres ini ada beberapa poin yang mengatur soal lebih detail teknis mekanisme pelaksanaan hal tersebut," ujar Ali.
Menurut Ali, pada prinsipnya ketentuan itu sama, tidak ada yang bertentangan dengan ketentuan di UU KPK. Oleh karena itu, kata Ali, Perpres Supervisi ini tentu memperkuat tupoksi KPK.
"Supervisi dan Koordinasi yang sudah dilakukan KPK selama ini masih dapat tetap berjalan. Termasuk dalam kasus DST tetap dilakukan oleh tim supervisi yang sudah dibentuk KPK terhadap perkara yang saat ini sedang berjalan di kedua APH (aparat penegak hukum) lain tersebut," katanya.
Simak di halaman selanjutnya pihak yang meminta KPK ambil alih perkara Djoko Tjandra >>>
Seperti diketahui, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong KPK mengambil alih perkara korupsi Djoko Tjandra di Kejaksaan setelah Presiden Jokowi menerbitkan perpres baru turunan UU No 19 Tahun 2019 mengenai Perubahan UU KPK yang mengatur supervisi lembaga antirasuah itu. ICW juga mengingatkan KPK agar fokus mensupervisi kasus-kasus mangkrak.
"ICW mendorong agar KPK dapat memulai supervisi awal pada kasus Djoko S Tjandra yang sedang ditangani Kejaksaan Agung maupun kepolisian. Sebab, pada awal September lalu, KPK telah resmi mengeluarkan surat perintah supervisi untuk kasus itu," kata peneliti dari ICW, Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Rabu (28/10).
Menurut Kurnia, setidaknya ada beberapa hal yang belum terungkap dalam penanganan perkara Djoko Tjandra. Dari penyelidikan dugaan keterlibatan oknum jaksa lain hingga dugaan adanya oknum dari internal MA yang terlibat dalam pengurusan fatwa.
"Apakah ada oknum jaksa lain yang terlibat dalam perkara Djoko S Tjandra? Dalam pengurusan fatwa di Mahkamah Agung, siapa saja yang terlibat? Apakah hanya Pinangki? Atau sebenarnya ada juga oknum di internal MA yang turut membantu?" katanya.
"Selain Andi Irfan Jaya, apakah ada politikus lain yang juga terlibat dalam perkara ini?" lanjutnya.