Kisah WNI di Antara Kaum Nasrani dan Yahudi di Paris

Kisah WNI di Antara Kaum Nasrani dan Yahudi di Paris

Deden Gunawan - detikNews
Senin, 02 Nov 2020 12:36 WIB
Mahmud Syaltout bersama Prof Franck Lavigne (Dok. Pribadi).
Foto: Mahmud Syaltout bersama Prof Franck Lavigne (Dok. Pribadi).
Jakarta -

Selama ini berkembangan anggapan yang tidak pas terkait sekularisme di Prancis. Seolah kehidupan beragama, khususnya kaum muslim terkekang dan mengalami banyak diskriminasi. Tapi Mahmud Syaltout yang pernah enam tahun menimba ilmu di Universitas Sorbonne, Paris, memberikan kesaksian berbeda.

"Saya salat bebas saja ke masjid-masjid di sekitar Paris. Ibu mertua saya pun tak ada gangguan meski berjilbab," kata doktor bidang Hukum, Manajemen, dan Hubungan Internasional itu kepada detik.com, Minggu (1/11/2020).

Hubungan ia dan isterinya, Sheika Rauf, dengan orang-orang non muslim, baik yang Nasrani maupun Yahudi berlangsung harmonis. Bahkan dia mengaku pernah diselamatkan dari ancaman hidup menggelandang ketika isterinya hamil muda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saat diketahui isteri saya hamil, pengelola asrama di kampus mengusir kami. Ketika kami tak tahu harus ke mana karena bekal terbatas, Prof Franck Lavigne menampung kami selama sebulan lebih," kata Mahmud Syaltout.

Sebagai pribadi, dia menyebut peneliti Gunung Samalas (bagian dari Gunung Rinjani) yang meletus pada 1257 sebagai seorang Nasrani yang baik hati. Ahli gunung api kenamaan di dunia dari University Panth on-Sorbonne itu pula yang menjadi penjamin pribadi ketika Mahmud mencari tempat tinggal baru.

ADVERTISEMENT

"Setiap akhir pekan setelah anak pertama kami, Zola, lahir, kami pasti diminta dating ke rumah beliau dan menginap," ujar Mahmud Syaltout.

Selain itu ada Prof Muriel Charras yang bersedia menjadi ibu angkat Mahmud saat awal tiba di Paris pada 2004. Muriel Charras yang tinggal di biara tempat penitipan anak Katolik itu yang menjadi penjamin beasiswa S2 dan S3 Mahmud.

Lain lagi dengan Solomon, orang Yahudi tetangganya yang berdagang souvenir di Paris. Bila diketahui wisatawan berasal dari Indonesia, dia pasti memberikan harga lebih murah.

Simak video 'Emmanuel Macron Jadi 'Drakula' di Aksi Bela Nabi':

[Gambas:Video 20detik]



Orang-orang Yahudi lainnya juga diketahui memberikan penghormatan dan perlindungan yang patut kepada Mahmud dan Sheika. "Pernah kami memilih menu yang ternyata tidak halal, mereka lah yang memberi tahu agar menggantinya dengan makanan lain," tutur Mahmud Syaltout.

Dari gambaran tersebut, dosen mata kuliah Politik Prancis dan Eropa Barat di Universitas Indonesia itu menegaskan, tak ada persekusi dalam bentuk apapun terhadap kaum muslim. Namun ia mengakui bagi mereka yang berprofesi sebagai pejabat dan pelayan publik, tak diperkenankan mengenakan simbol-simbol agama selama bertugas.

"Bukan cuma jilbab, Kippah (topi Yahudi), atau sekedar anting berbentuk salib pun dilarang. Jadi aturan itu berlaku untuk semua agama bukan hanya Islam," tegas Mahmud.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads