Kepolisian Prancis kembali melakukan penangkapan terkait serangan di sebuah gereja di Nice, Prancis Selatan. Imam muslim di Prancis menyebut pelaku melakukan penyerangan tersebut tanpa akal.
Dilansir AFP, Senin (2/11/2020) tiga orang tewas dalam penusukan dengan pisau pada Kamis (29/10) di gereja Notre-Dame, yang menurut jaksa dilakukan oleh seorang pemuda Tunisia yang baru saja tiba di Eropa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Memahami Prancis dan Hubungan Antarnegara |
Dalam upaya untuk menciptakan saling pengertian, sekelompok imam Muslim menyampaikan pernyataan belasungkawa untuk para korban dan menyatakan kecaman atas serangan tersebut.
"Orang-orang ini, tanpa akal atau alasan, ingin membuat tafsir (Al-Quran) lain," kata Lahouary Siali, imam dari Masjid Al-Rahma di depan para jemaat Katolik yang menghadiri misa pada Minggu (1/11) pagi di gereja Saint-Esprit de Bagatelle di kota Toulouse, seperti dilansir AFP dan Channel News Asia, Senin (2/11/2020).
"Kami sangat menolaknya," imbuhnya.
Sementara itu, ketegangan tidak mencegah umat Katolik pergi ke gereja untuk merayakan hari All Saints di Nice pada Minggu (1/11) waktu setempat.
"Saya sebenarnya khawatir, saya takut datang," kata Claudia (49) saat pergi ke gereja tapi kemudian merasa tenang oleh kehadiran tentara bersenjata lengkap.
"Kami perlu menunjukkan bahwa kami tidak takut dan kami di sini," katanya, seraya mengikuti beberapa jemaah lainnya masuk ke dalam gereja, di mana misa sore diadakan untuk menghormati ketiga korban.
Simak video 'Macron Bantah Telah Hinakan Nabi Muhammad':
Serangan penusukan di Nice adalah serangan terbaru di Prancis yang digambarkan oleh pemerintah sebagai tindakan teror "Islamis", setelah penerbitan ulang kartun Nabi Muhammad oleh majalah mingguan Charlie Hebdo pada bulan September.
Di Nice, tiga pria dibebaskan dari tahanan polisi hari ini setelah pihak berwenang memutuskan mereka tidak terkait dengan tersangka pelaku penusukan, Brahim Issaoui, kata sumber yang dekat dengan penyelidikan kasus tersebut.
Saat ini tiga pria masih ditahan, termasuk seorang pria Tunisia berusia 29 tahun yang diduga pergi ke Eropa bersama Issaoui dari tanah air mereka.