Sebelumnya, Macron mendapat kecaman dari negara-negara Arab dan berpenduduk muslim terkait ucapan soal Islam. Sejumlah toko di Kuwait, Yordania dan Qatar telah menarik produk Prancis sebagai bentuk protes terhadap Macron. Demonstrasi memprotes pernyataan Macron juga terjadi di Libya, Suriah, dan Palestina.
Reaksi negatif tersebut berawal dari komentar Macron setelah terjadi pembunuhan seorang guru Prancis yang mempertunjukkan kartun Nabi Muhammad di kelas. Macron berkata guru itu, Samuel Paty, "dibunuh karena para Islamis menginginkan masa depan kami", tetapi Prancis "tidak akan menyerahkan kartun kami".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penggambaran Nabi Muhammad sangat menyinggung bagi umat Islam karena tradisi Islam secara eksplisit melarang gambar Muhammad dan Allah. Namun, sekularisme negara--atau lacite--adalah pusat identitas nasional Prancis. Membatasi kebebasan berekspresi untuk melindungi perasaan satu komunitas tertentu, menurut negara, merusak persatuan.
Pada hari Minggu, Macron menegaskan kembali pembelaannya terhadap nilai-nilai Prancis dalam sebuah tweet yang berbunyi: "Kami tidak akan menyerah, selamanya."
Selain itu, Macron pernah membuat pernyataan kontroversial lain terkait Islam. Seperti dilansir AFP, Jumat (2/10), Macron dalam pidatonya menegaskan 'tidak ada konsesi' yang akan dibuat dalam upaya baru untuk mendorong agama keluar dari sektor pendidikan dan sektor publik di Prancis.
"Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia saat ini, kita tidak hanya melihat ini di negara kita," ucap Macron.
Dia mengumumkan bahwa pemerintah akan mengajukan sebuah rancangan undang-undang (RUU) pada Desember mendatang, untuk memperkuat undang-undang (UU) tahun 1905 yang secara resmi memisahkan gereja dan negara di Prancis. Langkah-langkah tersebut, kata Macron, ditujukan untuk mengatasi persoalan tumbuhnya radikalisasi Islam di Prancis dan meningkatkan 'kemampuan kita untuk hidup bersama'.
(haf/tor)