Kupang -
Bagai pertarungan 'smackdown', pria berseragam Satpol PP membanting tubuh seorang perempuan saat insiden sengketa tanah di Nusa Tenggara Timur (NTT). Kekerasan itu menyedot perhatian Komnas HAM.
Peristiwa ini terjadi di Desa Pubabu-Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT pada Rabu (14/10/2020) siang.
Pihak masyarakat adat setempat menyebut insiden dipicu oleh sengketa lahan. Warga menolak aktivitas petugas Dinas Peternakan di lahan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Benar, ada kejadian itu, seperti video yang beredar di media sosial. Kejadian bermula sekitar pukul 12.00 Wita siang tadi hingga akhirnya ada tindakan represif dari pihak Pemerintah Provinsi kepada warga kami," ujar tokoh masyarakat Desa Pubabu-Besipae, Niko Manoe ketika dihubungi, Kamis (15/10/2020), seperti dilansir Antara.
Konflik memperebutkan lahan kembali terjadi di Pubabu Besipae, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Pulau Timor, NTT.Konflik itu melibatkan warga dan petugas dari Pemerintah Provinsi NTT.
Niko Manao juga membenarkan video yang beredar di media sosial yang berisi bentrokan fisik antara warga dan petugas dari Pemerintah Provinsi NTT. Dia mengatakan bentrokan tidak bisa terhindari saat petugas Satpol-PP dan Dinas Peternakan Provinsi NTT turun untuk melakukan kegiatan di lahan tersebut.
Namun warga menolak dengan alasan lahan tersebut masih berstatus sengketa. Jadi tidak dibenarkan adanya kegiatan di dalamnya sehingga berujung perkelahian fisik.
"Beberapa warga kami perempuan yang terluka. Ada ibu yang dicekik di leher hingga masih ada luka yang membekas," katanya.
Dalam video yang beredar berdurasi 2 menit 36 detik, tampak sejumlah warga perempuan dan petugas dari pemerintah adu mulut.
Sedangkan di sisi lain, beberapa warga terlihat sedang berkelahi dengan kaki dan tangan dengan sejumlah petugas serta beberapa orang dari kelompok pemerintah yang mengenakan pakaian sipil.
Seorang perempuan sempat terjatuh setelah ditendang beberapa orang lain dari kelompok pemerintah, sementara seorang warga lain tergeletak dan terlihat tak menyadarkan diri setelah tubuhnya ditarik hingga membuatnya terempas ke tanah.
Rekaman rekaman seorang perempuan terlibat bentrok dengan pria berseragam Satpol PP itu lalu viral.
Atas peristiwa itu, Kapolres Timor Tengah Selatan (TTS) AKBP Ariasandy menerangkan duduk perkaranya.
Ariasandy mengungkapkan kejadian itu bermula dari kegiatan penanaman jagung Pemprov NTT.
"Itu kegiatan Pemprov NTT, penanaman jagung di lokasi Besipae yang diamankan personel korem, yang sebelumnya memang sudah ada MoU antara Pemprov dan Korem. Ada kerja sama Pemprov dengan korem dalam kegiatan penanaman jagung," kata Ariasandy saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (15/10/2020).
Penanaman jagung itu, terang Ariasandi, ditolak warga. Akhirnya saling dorong antara warga dengan pihak Pemprov NTT tak terhindarkan.
Korban tak hanya dari pihak warga, seperti yang terlihat di video beredar, tetapi Ariasandi menyebut ada juga korban dari pihak Pemprov. "Bahkan ada salah seorang staf perempuan dari Pemprov yang mengalami pengeroyokan oleh beberapa orang masyarakat," imbuh Ariasandi.
Ariasandy menerangkan warga keberatan dengan penanaman jagung oleh Pemprov, karena merasa tanah milik mereka. Tanah itu sudah belasan tahun berstatus sengketa dengan masyarakat.
"Ya mereka (warga) klaim itu tanah mereka, hanya sekelompok kecil masyarakat. Tadinya (tanah) digunakan (Pemprov), kemudian ditolak oleh warga tersebut, akhirnya 12 tahun terbengkalai. Saat ini baru dimanfaatkan kembali untuk kegiatan Dinas Peternakan Provinsi," tutur Ariasandy.
"Intinya mereka masyarakat luar yang menempati lahan Pemprov," imbuh dia.
Polisi menuturkan korban dari pihak warga belum melapor. Sementara korban dari pihak Pemprov telah membuat laporan pengeroyokan.
Peristiwa kekerasan itu disorot Komnas Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
"Mengecam keras kekerasan yang dilakukan oleh aparat Pempov NTT," kata Komisioner Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara saat dihubungi, Kamis (10/10/2020).
Komnas HAM mengirim surat ke Gubernur NTT Victor Laiskodat soal bentrok itu. Beka mengatakan, pihaknya meminta sengketa itu diselesaikan dengan cara sesuai rekomendasi Komnas HAM.
"Hari ini Komnas HAM mengirim surat protes keras kepada Gubernur NTT terkait peristiwa yang ada serta meminta penyelesaian sengketa masyarakat adat pubabu sesuai dengan rekomendasi komnas," ujarnya.
Beka menjelaskan bentrok itu terjadi karena soal lahan. Masyarakat adat mengklaim tanah itu milik mereka.
Pemprov mau meneruskan program pembangunan mereka di atas lahan yang diklaim milik warga masyarakat adat Pubabu," ucap Beka.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini