Pimpinan DPR memberi penjelasan soal berubah-ubahnya jumlah halaman omnibus law UU Cipta Kerja (Ciptaker) karena proses editing pada format penulisan. PKS menilai hal itu bentuk tak profesional.
"Pertama, tentu ini menandakan kita tidak profesional. Karena antara koma dan titik dapat bermakna sangat berbeda," kata Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera kepada wartawan, Selasa (13/10/2020).
Selain bentuk tak profesional, berubah-ubahnya jumlah halaman UU Cipta Kerja dinilai Mardani membuat kepercayaan publik ke DPR menurun. Dia menyarankan agar ada standar baku terkait pembuatan UU.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua, kian menurunkan trust public pada DPR. Ke depan mesti ada standar yang diikuti. Ketiga, jangan bermain-main. Di era post internet ini kita seperti dalam akuarium terlihat dengan jelas tiap sisi dan karyanya," ujar Mardani.
"Terlihat jadi tidak wajar dan misterius. Bab sah atau tidak monggo diuji oleh masyarakat," imbuhnya.
Sebelumnya, jumlah halaman pada naskah omnibus law UU Cipta Kerja sempat berubah-ubah. Pimpinan DPR menjelaskan hal tersebut terjadi karena adanya proses editing pada format penulisan naskah UU Cipta Kerja.
"Mengenai jumlah halaman itu adalah mekanisme pengetikan dan editing tentang kualitas dan besarnya kertas daripada yang diketik," ujar Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dalam konferensi pers di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/10).
Azis menjelaskan draf naskah UU Cipta Kerja yang dibawa dalam rapat paripurna pengesahan 5 Oktober lalu masih berdasarkan format pengetikan di Baleg. Namun setelah undang-undang disahkan, maka perlu ada penyesuaian di Kesetjenan DPR.
"Proses yang dilakukan di Baleg itu menggunakan kertas biasa tapi pada saat sudah masuk tingkat II proses pengetikannya masuk di Kesekjenan, dia menggunakan legal paper yang sudah menjadi syarat ketentuan-ketentuan dalam undang-undang," jelas Azis.