Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas menegaskan tidak ada penambahan substansi terhadap finalisasi omnibus law UU Cipta Kerja (Ciptaker). Ia mengakui ada perubahan terkait Klaster Ketenagakerjaan yang kembali disesuaikan dengan keputusan panitia kerja (panja) yang merujuk pada UU 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan.
"Tapi yang pasti itu semua yang disampaikan Pak Azis (Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin) nggak ada yang berubah substansi, nggak ada. Yang berubah itu seperti yang saya sampaikan. Itu terkait dengan ada hasil keputusan panja terkait pengembalian beberapa pasal, 161 sampai 172 di UU Naker (UU 13 Tahun 2013) itu," ujar Supratman di DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (13/10/2020).
"Itu kita kembalikan karena memang keputusan panja, makanya ada tambahan, begitu juga dengan pasal 79," sambungnya
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Supratman mengatakan perubahan tersebut mengacu pada keputusan panitia kerja (panja) RUU Ciptaker. Menurutnya, keputusan panja itu merujuk pada Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Ayat dari undang-undang existing itu kan harus masuk karena itu keputusan panja," ungkap Supratman.
Supratman mengakui bahwa Baleg DPR RI masih belum memasukkan semua hasil keputusan panja DPR RI ke dalam draf RUU saat pengesahan UU Cipta Kerja pada rapat paripurna 5 Oktober lalu. Ia menilai hal ini tidak melanggar Undang-Undang MD3.
"Tidak dimasukkan (keputusan panja) dimasukkan, iya. Kan saya sudah sampaikan tadi. Seharusnya tidak (melanggar UU MD3). Karena memang keputusan panja itu lah yang harus disahkan," ungkapnya.
Menurut Supratman, penyesuaian keputusan panja di naskah UU Cipta Kerja ditemukan saat Baleg melakukan penyisiran terhadap draf tersebut.
"Justru karena, itu salah satunya ya, salah satunya, karena kita kan sisir nih yang mana yang jadi keputusan panja, itu pada saat selesai, itu kita temukan dan itu harus masuk," ucap Supratman.
Politikus Gerindra ini juga mengatakan hal tersebut tidak cacat formil. Sebab, kata Supratman, yang dimasukkan ke draf UU Ciptaker adalah keputusan panja.
"Yang cacat formil itu kalau kemudian bukan keputusan panja yang kita masukin," imbuhnya.
Seperti diketahui, omnibus law UU Cipta Kerja disahkan di Rapat Paripurna DPR RI pada 5 Oktober 2020. Saat itu, draf naskah UU Ciptaker yang beredar adalah draf yang berisi sejumlah 905 halaman.
Namun ada perbedaan pada ketentuan soal istirahat panjang yang termuat dalam Pasal 79 UU Cipta Kerja. Pada versi draf 905 halaman, Pasal 79 dalam Bagian Kedua: Ketenagakerjaan ini berisi 5 ayat. Pada versi draf 1.035 halaman, Pasal 79 berisi enam ayat.
Ayat ke-6 yang ditambahkan dalam Pasal 79 itu mengatur perusahaan yang diperbolehkan memberikan istirahat panjang bagi buruh-buruhnya. Ketentuan bakal diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).
Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengklaim tidak ada pasal selundupan dalam omnibus law UU Cipta Kerja. Politikus Golkar itu bahkan berani bersumpah atas hal tersebut.
"Saya jamin, sesuai sumpah jabatan saya dan rekan-rekan yang ada di sini. Tentu kami tidak berani dan tidak akan memasukkan selundupan pasal. Itu kami jamin dulu. Sumpah jabatan kami," kata Azis.
Azis mengatakan menyelundupkan pasal ke omnibus law UU Cipta Kerja bakal kena pidana. "Karena apa? Itu merupakan tindak pidana apabila ada selundupan pasal," tuturnya.
(hel/elz)