Tersangka dalam kasus penipuan, pemerasan, dan pelecehan di Bandara Soekarno-Hatta, EF, tertunduk saat dipamerkan polisi ke publik. Satu per satu fakta baru menyingkap tipu muslihat sarjana kedokteran itu.
Rilis digelar di Polres Metro Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, Senin (28/9/2020). Rilis tersebut dipimpin Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus dan Kapolres Metro Bandara Soekarno-Hatta Kombes Adi Ferdian Saputra.
Kabid Humas Polda Metro Kaya Kombes Yusri Yunus kemudian mengungkapkan sejumlah fakta baru. Berikut 11 Fakta Terbaru Kasus Pelecehan-Pemerasan Rapid Test di Soetta:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dugaan Ada Pelaku Lain Diusut
EF diduga beraksi sendiri dalam kasus penipuan dan pemerasan korban saat rapid test. Namun, polisi mendalami kemungkinan tersangka bekerja sama dengan oknum lain.
"Sampai sekarang--bukan bilang tidak--belum ada (pelaku lain). Tapi kami masih dalami, yang dia lakukan adalah sendiri dia melakukan ini," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Yusri Yunus saat jumpa pers di Polres Kota Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, Senin (28/9/2020).
Yusri menyebut, sejauh ini, fakta yang terungkap adalah EF bekerja sendiri dalam melakukan aksi pemerasan sekaligus pelecehan seksual terhadap korban LHI. Bahkan, tersangka sempat melakukan rapid test ke korban sebanyak dua kali.
Polisi PastikanTidak Ada Korban Lain
Closed Circuit Television (CCTV) selama tiga bulan terakhir EF bekerja sebagai petugas rapid test di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta diperiksa. Dari hasil pengecekan CCTV, polisi belum menemukan korban lain.
"Menurut pengakuannya baru satu kali kami sudah cek juga berkoordinasi dengan pihak bandara untuk mundur 3 bulan, 3 bulan selama disana. Apa yang dilihat? Selama 3 bulan CCTV tidak ada sama sekali. Yang kita temukan hanya satu ini. Tapi kami masih dalami," kata Yusri.
Yusri menyebut EF mulai bertugas sebagai relawan tenaga medis di Bandara Soetta sejak Juli 2020. Saat mendaftar menjadi tenaga medis, EF baru menyandang gelar sarjana kedokteran.
3 Adegan Pelecehan
Ada beberapa adegan pelecehan seksual yang terekam kamera CCTV yang dilakukan EF terhadap korban.
"Emang betul ada indikasi terjadi pelecehan seksual itu. Apa pelecehan seksualnya? Saya tidak gambarkan secara penuh, tetapi 3 adegan yang dilakukan. 3 Adegan di situ dan itu terbukti makanya kami akan ke pasal 294, di pasal 289 dan 294 KUHP yang arahnya adalah ke pencabulan," jelas Yusri.
Selain itu, Yusri mengungkap bahwa tersangka EF selalu mencari celah untuk berduaan dengan korban pada saat itu. Saat itu, diketahui LHI datang ke lokasi rapid test pada pukul 05.00 WIB.
Yusri mengatakan saat itu banyak petugas medis yang bekerja di jam tersebut. Tetapi dengan berbagai cara, EF mengupayakan agar ia bisa berduaan dengan LHI.
Setelah bisa berduaan dengan korban, EF pun melakukan pemeriksaan terhadap LHI.
Ia pun memalsukan hasil rapid test dari non reaktif menjadi reaktif untuk bisa memeras korban. Tak cukup hanya itu, EF pun melakukan tindak pelecehan seksual terhadap LHI.
EF Matikan HP-Medsos Setelah Pelecehan Viral
Setelah mengetahui perbuatannya itu viral, tersangka EF langsung menonaktifkan akun media sosial hingga handphonenya.
"Setelah tanggal 18 (September) tanggal 18 (September) itu ramai di media sosial, langsung dia dimatikan semua dia punya akun-akun media sosial yang ada, termasuk handphonenya pun dia langsung matikan semuanya," kata Yusri.
Setelah menonaktifkan akun sosial medianya, EF pun mencoba melarikan diri ke Sumatera Utara. Dengan uang hasil pemerasan terhadap korban LHI, ia membeli tiket pesawat dan kabur ke kosan di Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara.
"Setelah itu dia melarikan diri melalui darat ke Sumatera Utara. Itulah dia pakai biaya (pesawat), termasuk dikirim ke ibunya," ujarnya.
Ubah Hasil Rapid Test, Tapi Ada 'Anunya'
Tersangka kemudian menawarkan kepada korban untuk mengubah hasil rapid test dari reaktif menjadi nonreaktif. Padahal, hasil rapid test korban saat itu non-reaktif.
"Tetapi, di balik dari itu ditawarkan oleh yang bersangkutan kalau mau jadi non-reaktif bisa, tapi ada 'anunya' (uang, red). Dia bisa ngubah (hasil rapid test)," kata Yusri.
Yusri menjelaskan, korban dua kali menjalani rapid test. Total penumpang yang di-rapid test saat itu seharusnya 313 orang, tetapi korban dites dua kali sehingga menjadi 314 penumpang.
Kirim Uang Hasil Pemerasan ke Ortu
EF mengantongi Rp 1,4 juta dengan dalih mengubah hasil rapid test korban dari non-reaktif menjadi reaktif. Uang tersebut digunakan EF untuk keperluan pribadinya.
"Jadi dipakai untuk dikirim ke ibunya, untuk dipakai sehari-hari," kata Yusri.
Tulis Gelar Dokter di Baju OK
Polisi mengungkapkan tersangka EF menulis gelar dokter pada baju operasi (baju OK, dalam bahasa Belanda operation kamer) saat melakukan rapid test terhadap korban di Bandara Soekarno-Hatta.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menjelaskan tersangka adalah seorang sarjana kedokteran. Namun, tersangka belum layak disebut dokter karena belum melaksanakan uji kompetensi dokter Indonesia (UKDI).
"Jadi dia sudah nulis 'dokter' padahal belum ada status sebagai dokter. Dia masih sarjana kedokteran karena belum melalui mekanisme daripada UKDI," ujar Yusri.
Yusri menambahkan, pihaknya masih akan mendalami apakah tersangka melakukan kode etik terkait penggunaan gelar dokter tersebut.
Korban Trauma
Polisi telah melakukan asesmen psikologi terhadap LHI, perempuan korban pelecehan EF. Korban mengalami trauma.
"Kita ambil (keterangan) saksi ahli P2TP2A Gianyar sana supaya memperkuat lagi kondisi bagaimana psikologi korban. Korban mengaku trauma dengan kejadian tersebut kita mengambil keterangan ahli di sana. P2TP2A yang tadi dari Gianyar Bali juga hasil pemeriksaan keterangan ahli menyatakan bahwa (korban) sempat mengalami trauma dengan kejadian yang dialami," jelas Yusri.
Yusri menjelaskan, dalam kejadian ini ada 2 perkara yang disidik oleh polisi. Pertama terkait dugaan penipuan dan pemerasan yang dilakukan oleh tersangka dan kedua soal pencabulan.
"Ada dua inti di sini, yang pertama adalah adanya (Pasal) 368 KUHP, di pasal 368 KUHP kemudian 378 (KUHP) penipuan, juga ada di pasal 289 dan 294 KUHP tentang pencabulan yang dilakukan oleh tersangka," kata Yusri.
Tersangka Dipamerkan
EF tampil memakai topi warna hitam bertulisan 'Tersangka' saat dipamerkan polisi ke publik. EF telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penipuan, pemerasan, dan pelecehan di Bandara Soekarno-Hatta.
Setelah kejadian itu viral di media sosial, EF ditangkap di Kecamatan Balige, Kahupaten Toba Samosir, Sumatera Utara pada Jumat (25/9).
EF juga telah ditahan selama 20 hari sejak Sabtu, 26 September 2020.
Keterangan Saksi-Rekaman CCTV Jadi Bukti
Kasat Reskrim Polres Metro Bandara Soekarno-Hatta AKP Alexander Yurikho mengungkapkan sejumlah bukti telah dikantongi polisi.
"Bukti-bukti pelecehan) hasil assessment P2TP2A Kabupaten Gianyar, rekaman CCTV, keterangan saksi," kata Yurikho dalam keterangan kepada detikcom, Senin (28/9/2020).
Menurut dia, rekaman CCTV di Bandara Soekarno-Hatta menjadi petunjuk kuat polisi dalam menetapkan tersangka dalam kasus pelecehan. Rekaman CCTV merekam aksi pelaku saat itu.
"Hasil rekaman CCTV menggambarkan indikasi kuat terjadinya dugaan tindak pidana pelecehan," ujar Yurikho.
Pelecehan Terekam CCTV
Rekaman CCTV menjadi salah satu petunjuk yang menguatkan bahwa benar tersangka telah melakukan pelecehan ke korban LNI.
"Hasil rekaman CCTV menggambarkan indikasi kuat terjadinya dugaan tindak pidana pelecehan," kata Kasat Reskrim Polres Metro Bandara Soekarno-Hatta AKP Alexander Yurikho dalam keterangan kepada detikcom, Senin (28/9/2020).
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan bahwa pihaknya telah mengecek rekaman CCTV di Bandara Soekarno-Hatta. Hasil pengecekan, pelaku dan korban berada pada satu tempat dengan posisi yang berdekatan.
"CCTV ini belum terlalu jelas, karena kalau kita lihat CCTV-nya yang ada pada saat itu betul korban dengan pakaian yang sama seperti apa yang disampaikan, berdekatan saja. Tapi tidak terlihat seperti apa," kata Yusri.