'Bolong' di Dakwaan Pinangki Jadi Sorotan

Round-Up

'Bolong' di Dakwaan Pinangki Jadi Sorotan

Tim detikcom - detikNews
Jumat, 25 Sep 2020 06:00 WIB
Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/9/2020). Dia didakwa menerima suap USD 500 ribu dari USD 1 juta yang dijanjikan oleh Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Jaksa Pinangki Jalani Sidang Perdana (Foto: ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA)
Jakarta -

Berkas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) terkait kasus Pinangki Sirna Malasari telah dibacakan. Namun, ada yang menjadi sorotan dalam dakwaan itu. Sorotan itu datang dari ICW.

ICW menyoroti ada 4 hal yang hilang dalam berkas dakwaan JPU. ICW mempertanyakan terkait jaringan Pinangki dan Anita Kolopaking hingga alasan Djoko Tjandra mau mempercayainya tak ada di dalam dakwaan itu.

"Setidaknya ada empat hal yang terlihat 'hilang' dalam penanganan perkara tersebut," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (24/9/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut keempat hal yang disorot dalam dakwaan JPU:

1. Tak ada penjelaskan Djoko Tjandra mempercayai Pinangki urus fatwa MA.

ADVERTISEMENT

ICW mengatakan kelengkapan berkas jaksa penuntut umum ketika melimpahkan perkara tersebut ke PN Tipikor. Kurnia menyebut dalam dakwaan tidak menjelaskan alasan Djoko Tjandra dapat mempercayai jaksa Pinangki terkait pengurusan fatwa MA itu.

"Penuntut Umum tidak menjelaskan, apa yang disampaikan atau dilakukan oleh Pinangki Sirna Malasari ketika bertemu dengan Djoko S Tjandra, sehingga membuat buronan kasus korupsi itu dapat percaya terhadap Jaksa tersebut," kata Kurnia.

Padahal menurut Kurnia, seorang buronan pasti akan bertindak hati-hati terkait kasusnya. Apalagi Pinangki saat itu tidak memegang jabatan tinggi di Kejagung.

"Hal ini penting, sebab secara kasat mata, tidak mungkin seorang buronan 'kelas kakap' seperti Djoko S Tjandra dapat menaruh kepercayaan tinggi kepada Pinangki. Terlebih yang bersangkutan juga tidak memiliki jabatan penting di Kejaksaan Agung," ungkapnya.

2. Tak ada uraian cara Pinangki mewujudkan action plan

ICW mempertanyakan dalam dakwaan tersebut belum diuraikan cara Pinangki mewujudkan action plan yang sudah disusun bersama timnya terkait kasus Djoko Tjandra. Disebutkan terdapat 10 action plan, tetapi menurut ICW tidak disampaikan langkah Pinangki untuk merealisasikan rencana tersebut.

"Jaksa Penuntut Umum belum menjelaskan, apa-apa saja langkah yang sudah dilakukan oleh Pinangki dalam rangka menyukseskan action plan?" ujar Kurnia.

3. Tak disebutkan siapa saja jaringan Pinangki dalam urus fatwa MA

ICW mempertanyakan jaringan Pinangki dalam mengupayakan terbitnya fatwa MA tersebut di Kejaksaan Agung maupun jaringan Anita Kolopaking Mahkamah Agung. Sebab fatwa dapat terbit setelah diminta secara resmi oleh lembaga atau institusi.

"Selain itu, apa upaya yang telah dilakukan Jaksa tersebut untuk dapat memperoleh fatwa dari MA. Sebab, fatwa hanya dapat diperoleh berdasarkan permintaan lembaga negara. Tentu dengan posisi Pinangki yang hanya menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan, mustahil dapat mengurus fatwa yang nantinya kemudian diajukan oleh Kejaksaan Agung secara kelembagaan," ucap Kurnia.

Lebih lanjut, ICW mempertanyakan siapa saja yang bekerjasama dengan Pinangki saat mengurus fatwa MA tersebut. ICW menilai upaya terbitnya fatwa MA itu tidak bisa diwujudkan hanya seorang diri.

"Jaksa Penuntut Umum juga belum memberikan informasi, apakah saat melakukan rencana mengurus fatwa di MA, Pinangki bertindak sendiri atau ada Jaksa lain yang membantu? Sebab, untuk memperoleh fatwa tersebut ada banyak hal yang mesti dilakukan, selain kajian secara hukum, pasti dibutuhkan sosialiasi agar nantinya MA yakin saat mengeluarkan fatwa," kata Kurnia.

4. Koordinasi Kejagung dengan KPK saat pelimpahan berkas dakwaan

Di samping itu Kurnia juga mempertanyakan mengenai koordinasi dengan KPK terkait pelimpahan berkas dakwaan ke Pengadilan Tipikor. ICW menilai mestinya Kejaksaan Agung berkoordinasi terlebih dulu dengan KPK saat sebelum pelimpahan perkara itu karena sebelumnya KPK sudah mengeluarkan surat supervisi.

"Di luar itu, ICW mempertanyakan kepada Kejaksaan Agung, apakah proses pelimpahan perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dilakukan atas koordinasi terlebih dahulu kepada KPK? Sebab, KPK sendiri secara kelembagaan telah menerbitkan surat perintah supervisi pada awal September lalu," tutur Kurnia

Dalam Pasal 10 ayat (1) UU 19/2019 menegaskan bahwa dalam melakukan tugas supervisi KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebelumnya, jaksa Pinangki Sirna Malasari didakwa menerima suap USD 500 ribu dari USD 1 juta yang dijanjikan oleh Djoko Tjandra. Dalam kasus ini, wanita yang masih tercatat berprofesi sebagai jaksa juga melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan membeli kebutuhan pribadi, dia juga didakwa melakukan permufakatan jahat terkait pengurusan fatwa MA.

Halaman 2 dari 2
(eva/eva)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads