Narapidana (napi) Ami Utomo Putro alias AU (42) diamankan polisi setelah kedapatan memproduksi ekstasi dari ruang inap rumah sakit swasta di daerah Jakarta Pusat. Kejaksaan Negeri Jakarta Barat mengatakan napi tersebut sejatinya sudah berstatus warga binaan karena sudah dieksekusi.
"Yang bersangkutan sudah menjadi warga binaan," kata Kasi Intel Kejari Jakbar Edwin Beslar saat dihubungi, Selasa (22/9/2020).
Ditjen Pas: Napi Bikin Ekstasi di RS 2 Tahun di Rutan, Belum Dieksekusi Jaksa
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan napi Ami Utomo dieksekusi pada 2019. Ia membantah Ami Utomo belum pernah dieksekusi pihak kejaksaan.
"Kami sudah eksekusi tanggal 22 Oktober 2019 di Rutan Salemba," ungkapnya.
Sebelumnya, terpidana Ami Utomo Putro alias AU (42) diamankan polisi setelah kedapatan memproduksi ekstasi dari ruang inap rumah sakit swasta di daerah Jakarta Pusat. Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan (Pas) Rika Aprianti mengatakan AU telah 2 menjalani hukuman di Rutan Salemba.
"Sudah hampir 2 tahun di rutan," kata Rika ketika dihubungi wartawan, Kamis (20/8).
Rika menambahkan AU masih menjalani penahanan di Rutan Salemba karena eksekusi pihak kejaksaan belum keluar hingga saat ini.
"Sudah jatuh putusan, cuma memang eksekusi dari kejaksaannya belum keluar. Kutipan putusan dari pengadilan sih sudah," imbuhnya.
Rika menyebutkan total hukuman AU 15 tahun penjara. AU dijerat hukuman tersebut atas keterlibatannya dalam kasus narkoba.
Diketahui, narapidana AU menjadi sorotan setelah terbukti sebagai produsen ekstasi di sebuah ruangan inap rumah sakit di daerah Jakarta Pusat. AU diketahui telah dua bulan dirawat di rumah sakit tersebut.
Dalam menjalankan aksinya, AU dibantu oleh tersangka MW (36), yang berperan sebagai pemasok peralatan produksi ekstasi serta kurir ekstasi yang dibuat oleh AU.
Polisi mengatakan dalam sehari AU sanggup membuat 50-100 butir ekstasi dari kamar inapnya tersebut. Barang haram tersebut nantinya dijual dengan harga Rp 100 ribu per butir.
Kini napi Ami Utomo telah dipindahkan ke Lapas Nusakambangan, Cilacap. Dia ditempatkan di lapas high risk sendirian.
"Kalau di lapas high risk, semua ditempatkan one man one cell. Di antara mereka tidak bisa saling melihat atau mengetahui," kata Koordinator Lapas se-Nusakambangan, Erwedi Supriyatno, lewat pesan singkatnya kepada wartawan, Jumat (21/8).
(yld/dhn)